Senin 26.07.2021 publik dikejutkan oleh sumbangan kepada Pemprov Sumsel. Dua triliun rupiah atau disingkat 2T.
Jika ingin lengkap, maka tulisannya adalah; Rp.2.000.000.000.000,-
Bagaima pun bentuknya, jumlahnya fantastis.
Baca juga: Pengusaha Almarhum Ini Menyumbangkan Uang 2T Bantuan Covid
Netizen salah fokus, media pun jadi haus. Siapakah sosok almarhum Akidi Tio seperti yang tertulis di atas angka 2T tadi?
"Dahlan Iskan saja tidak tahu," inilah ucapan istri saya ketika mengirim link tentang tulisan Bantuan 2T dari laman disway.id.
Jangankan Dahlan Iskan, beberapa tokoh yang ia anggap seharusnya tahu tentang Akidi Tio, ternyata tidak.
Bupati Aceh Timur, Rocky Hasbalah, tidak tahu. Padahal Akidi kelahiran Langsa.
"Beliau sudah lama meninggalkan Langsa, yang jelas banyak warga Tionghoa yang tinggal di sini,"Â demikian kata Rocky.
Pencarian pun beralih ke Palembang. Dahlan menghubungi kenalannya yang seharusnya tahu. Alex Noordin, dua kali menjabat Gubernur Sumsel.
"Saya tidak kenal nama itu sama sekali," jawab Alex .
Dahlan Iskan kenalannya banyak. Satu mantan Menteri asal Palembang, lima pengusaha Tionghoa terkenal Palembang, dan satu marga Tio di Palembang.
Hasilnya nihil.
"Saya tidak kenal Akidi, tetapi sebagai sesama marga Tio, saya bangga," ungkap pengusaha tersebut.
Tentunya di zaman sekarang tidaklah susah mencari tahu. Andaikan Akidi adalah koruptor, tentu BIN hingga KPK sudah lebih dulu tahu.
Sayangnya, uang 2T yang disumbangkan memang ikhlas adanya. Konon ia adalah orang kedua di dunia yang menyumbang terbanyak atas nama pribadi setelah Bill Gates.
Lantas, mengapa ia bukan orang nomor dua terkaya di dunia?Â
Tentu kekayaan dan keikhlasan berbeda jauh takarannya. Satu milik dunia, lainnya milik surga. Lagipula Akidi sudah bahagia di atas sana.
Yang jelas Akidi bukanlah pengusaha ecek-ecek. Prof. Hardi Darmawan yang ikutan menjadi dermawan, punya kisahnya.
Akidi adalah pengusaha sukses. Ia pernah punya pabrik mebel, pabrik kecap, perkebunan kelapa sawit, dan juga pengusaha kontraktor.
Sumber lain lagi mengatakan jika Akidi adalah pengusaha kontainer dan memiliki kapal. Jika disimpulkan, hanya satu kata yang tepat bagi Akidi. Ia adalah konglomerat.
Lantas mengapa Akidi tidak terdeteksi?Â
Om gugel yang seharusnya pandai pun menjadi pandir gegara sumbangan 2T dari surga ini.
Prof. Hardi yang sudah lama mengenal Akidi mengatakan jika dirinya itu orangnya sederhana. Uangnya banyak tapi sembunyi-sembunyi.
Tapi, pelitnya tidak bersembunyi. Sejak dari dulu ia rajin bedonasi.
Menurut dokter di RS Charitas Palembang ini, jauh sebelum covid merebak, keluarga mendiang selalu berdonasi secara rutin.
Seperti memberi makan kaum dhuafa, memberikan sumbangan kepada panti, dan berbagai aktivitas sosial yang tak terhitung jumlahnya.
Setiap kali menyumbang, selalu atas nama Hamba Tuhan.
Akidi juga selalu memberikan pesan kepada anak cucunya; "Jika ada uang lebih, jangan lupakan warga yang tidak mampu."
Lantas mengapa Akidi tidak terekspos media?
"Itu karena orangnya rendah hati dan tak mau menonjol," Prof Hardi Darmawan melanjutkan.
Selama 36 tahun mengenal beliau, Akidi selalu berpakaian sederhana. Tidak ada perhiasan terkini, mobilnya pun bukan Lamborghini. Orangnya selalu bersih dan rapi.
Akidi memiliki tujuh anak. Yang sulung sudah meninggal. Satu anaknya tinggal di Palembang, lima lainnya lagi tinggal di Jakarta.
Semua anaknya pengusaha sukses. Mungkin amal baik Akidi berefek karma instan. Keturunannya tidak ada yang hidup susah.
Kendati sudah merantau, keluarga Akidi tidak pernah melupakan kota Palembang, tempat mereka tumbuh besar. Inilah mungkin yang menjadi alasan mengapa sumbangan diberikan ke Provinsi Sumsel.
Kembali lebih jauh lagi...
Jangankan Bupati Aceh yang baru terpilih, penelusuran media saja tidak menyisakan jejak. Tidak banyak penduduk Langsa yang pernah mengenal nama ini.
Penelusuran Tribunnews akhirnya berjumpa dengan seorang warga Tionghoa di kota Langsa. Namanya Ayong.
Keluarga Ayong sudah berada di Langsa sejak seratus tahun lalu. Jauh sebelum Indonesia merdeka.
Menurutnya, Akidi adalah sahabat Otman, ayah dari Ayong. Konon Akidi memang tidak terlalu lama di Langsa.
Sejak 1950 ia telah berhijrah. Kabarnya pindah ke Singapura.
Lalu Ayong yang kini berusia 76 tahun pernah mendengar kabar. Pada tahun 1969, Akidi kembali ke Kota Langsa.
Tujuannya untuk berinvestasi dan membangun pusat perbelanjaan besar di kota kelahirannya. Tapi, karena satu dan lain hal, izinnya tidak keluar.
Setelah batal, Akidi pun pergi entah kemana. Ayong tidak lagi mendengar kabarnya.
Saya pun berpikiran aneh. Apakah uang yang ia sediakan untuk membangun mal itulah yang ia sumbangkan? Walahuallam, tidak ingin berkomentar lagi.
Jadi ingat Mukidi.Â
Tokoh fiktif ini dulunya sering datang hinggap di medsos saya. Ia mewakili warga +62 dalam bentuk sosok serba bisa.
Kadang kasar, kadang pula sopan. Kadang mengharukan, meski sering tampil menjengkelkan. Kadang pintar, tapi tidak jarang pula bodoh.
Semuanya tergantung dari isi kepala. Mukidi bisa tampil seperti siapa saja, apa saja, dan bagaimana saja. Tergantung dari panggung sandiwara yang ingin dikreasikan.
Kita semua adalah Mukidi. Dibutuhkan pada saat tidak diperlukan. Menghantar tawa di tengah kesedihan, dan menghantar duka di tengah rasa senang.
Yang membedakannya dengan Akidi, adalah; kita tidak punya uang sebesar 2 triliun, tapi itu tidak penting...
Tapi, masihkah kita memiliki ketulusan dan keseriusan dalam memperbaiki kondisi bangsa yang masih terpuruk?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H