Tanggal 10 Mei 1940 adalah hari dimana daratan Belanda dibom oleh Jerman. Menandai terseretnya Belanda dalam arus deras Perang Dunia II.
Awalnya Belanda bersikap netral ketika Jerman menginvansi Polandia setahun sebelumnya. Namun, mereka tidak menyadari jika Belanda adalah target selanjutnya. Alasannya, Hindia Belanda (Indonesia) terlalu manis untuk dibiarkan sendiri.
Lima hari kemudian, tanggal 15 Mei 1940, Belanda resmi bertekuk-lutut kepada Jerman-NAZI. Tentara Hitler menduduki Belanda selama 5 tahun lamanya.Â
Selama masa pendudukan Jerman, Belanda menjadi negara yang tidak aman. Pergolakan terjadi dimana-mana, gerakan bawah tanah tak henti-hentinya.
Warga Indonesia yang berada di sana pun akhirnya ikut-ikutan. Mereka tidak bisa pulang ke kampung halaman. Sebagian menyerah kepada nasib, sebagian lagi ikut dalam gerakan fasisme pro Jerman, tetapi tidak sedikit juga yang terlibat aksi perlawanan.
**
Tanggal 13 Januari 1945, pemuda itu sedang mengendarai sepeda mengangkut mesin stensil yang baru saja selesai direparasi. Ia bertemu dengan pasukan SS yang sedang getol melakukan razia.
Sadar bahwa jiwanya dalam bahaya, Irawan Soejono mencoba melarikan diri. Malang bagi dirinya, ia mati tertembak peluru tentara NAZI.
Irawan adalah mahasiswa Indonesia. Ia bukanlah orang sembarangan, tersebab ayahnya, Raden Adipati Ario Soejono adalah orang Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri dalam Kabinet Belanda sebelum masa pendudukan NAZI.
Jasa Irawan juga tidaklah sembarangan, Ia telah ikut berperang melawan fasisme selama 5 tahun sebelum tertembak mati. Ia diakui sebagai pahlawan nasional di Belanda, dan namanya diabadikan untuk sebuah nama jalan di kota Amsterdam.
**
Mesin stensil adalah barang ilegal di masa pendudukan NAZI di Belanda. Dianggap lebih berbahaya dari senapan, karena berpotensi menyebarkan berita yang bisa menjatuhkan NAZI.
Seperti itulah persis gerakan mahasiswa Indonesia di Jerman. Mereka yang tergabung sebagai anggota Perhimpuan Indonesia (PI) di Belanda termasuk yang giat menerbitkan artikel provokatif.
Ketika SS menggeledah berbagai tempat tinggal mahasiwa Leiden di Indonesia, mereka mencari empat anggota pimpinan PI. Selama ini, aksi mahasiswa tersebut cukup menggetarkan fasisme yang berusaha diterapkan di Belanda.
Dua antaranya ditangkap. Mereka adalah dan RM. Sidartawan dan Parlindoengan Lubis. Sementara dua lainnya, Setiadjit dan Ilderem, berhasil meloloskan diri.
Sidartawan dan Loebis dibawa ke kamp kamp Schrool. Awalnya semua tidak terlalu sulit, mereka hanya makan dan tidur saja.
Namun kemudian mereka dipindahkan ke kamp Amersfoort. Di sinilah penderitaan dimulai. Mereka dipaksa bekerja dengan waktu istirahat dan makanan yang kurang.
Saking kurangnya, sehingga para tawanan kadang hanya memakan sisa-sisa makanan babi atau mengambil resiko dengan mencuri makanan di dapur. Kupasan kulit kentang, sayuran busuk, hingga sisa-sisa makanan pun terasa sangat berharga.
Pada bulan Maret 1942, Loebis terpisah dengan Sidartawan. Kawannya itu dipindahkan ke kamp Daschau dan seminggu sesudahnya meninggal akibat penyakit.
Loebis masih sedikit lebih beruntung. Setelah kehidupan keras di kamp Bruchenwald selama setahun, pada 1943, ia dipindahkan ke kamp Sachenhaussen. Di sini ia diangkat menjadi dokter terkait latar belakang pendidikannya. Ia kemudian bebas setelah Perang Dunia selesai.
**
PI identik dengan Partai Komunis Belanda. Partai politik inilah yang paling getol memberikan perlindungan kepada anggota-anggota PI. Sementara Hitler dengan fasismenya menganggap ideologi Komunis yang tumbuh subur di Rusia adalah sebuah ancaman. Mereka harus ditumpas, termasuk akar-akarnya.
Kehidupan mahasiswa PIÂ tiada bedanya dengan gerakan bawah tanah di seluruh Eropa. Mereka harus siap dirazia kapan saja dan menghadapi ancaman mati dari SS yang kejam.
Kendati demikian, PI cukup terorganisir. Anggota mereka memiliki nama samaran yang kebanyakan adalah nama Belanda. Ini membuat mereka menjadi organisasi militer dan intelijen yang cukup diperhitungkan.
PI dibagi dalam tiga kelompok besar; Leiden, Den Haag, dan Amsterdam.
Di Amsterdam, awalnya mereka memiliki radio untuk menyiarkan siaran propaganda melawan NAZI. Namun, setelah disita pada, mereka menggantikannya dengan menerbitkan buletin Fulten.
Namun, akhirnya gerakan mereka juga terendus oleh NAZI pada tahun 1944. Beberapa anggota redaksi ditangkap, sebagian lagi berhasil meloloskan diri.
Sebagian dari mereka memilih berada di garis depan. Selain Iwan Soejono, juga ada Jusuf Muda Dalam. Ia bergabung sebagai korps penembak senjata mesin dan berhasil membuat konvoi NAZI kalang-kabut.
Jusuf bertugas di Den Haag, selain mengasuh buletin De Brevijding, ia juga terlibat dalam beberapa aksi penyergapan. Aksi sporadis yang ia lakukan cukup strategis. Termasuk salah satunya adalah pada saat menyergap kantor distribusi kupon makanan NAZI di Den Haag. Â
Baca juga: Jusuf Muda Dalam, Menteri, Korupsi, Selebriti, dan Vonis Mati
Setelah kemerdekaan, Jusuf diangkat menjadi Menteri Urusan Bank Sentral / Gubernur BI yang kemudian divonis mati, akibat dicap sebagai antek PKI pada tahun 1966.
Di Leiden, kelompok perlawanan bawah tanah dipimpin oleh Iwan Soejono. Mereka bertindak bagai milisi yang terlatih. Mendapatkan senjata dari para pembelot NAZI, berlatih menggunakan senjata di bawah sebuah pabrik wol.
Selain angkat senjata dan jalan jurnalis, anggota PI lainnya juga membantu perjuangan dengan menyelamatkan orang Yahudi di Belanda. Salah satunya adalah Rachmad Kusumobroto, mahasiswa hukum di Leiden. Ia membantu banyak anak Yahudi bersembunyi dari kejaran NAZI.
**
Jerman menyerah kepada Sekutu pada 5 Mei 1945. Kemenangan ini turut dirayakan oleh pejuang Indonesia di Belanda.
Tokoh-tokoh PI, seperti Setiadjit, Effendi, dan Pamontjak malahan diangkat menjadi anggota parlemen Belanda. Mereka kembali ke Tanah Air ketika revolusi Indonesia berkobar.
Namun, karena kiblat mereka banyak berhaluan komunis, mereka pun tersingkirkan dari peta politik Indonesia.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H