Mesin stensil adalah barang ilegal di masa pendudukan NAZI di Belanda. Dianggap lebih berbahaya dari senapan, karena berpotensi menyebarkan berita yang bisa menjatuhkan NAZI.
Seperti itulah persis gerakan mahasiswa Indonesia di Jerman. Mereka yang tergabung sebagai anggota Perhimpuan Indonesia (PI) di Belanda termasuk yang giat menerbitkan artikel provokatif.
Ketika SS menggeledah berbagai tempat tinggal mahasiwa Leiden di Indonesia, mereka mencari empat anggota pimpinan PI. Selama ini, aksi mahasiswa tersebut cukup menggetarkan fasisme yang berusaha diterapkan di Belanda.
Dua antaranya ditangkap. Mereka adalah dan RM. Sidartawan dan Parlindoengan Lubis. Sementara dua lainnya, Setiadjit dan Ilderem, berhasil meloloskan diri.
Sidartawan dan Loebis dibawa ke kamp kamp Schrool. Awalnya semua tidak terlalu sulit, mereka hanya makan dan tidur saja.
Namun kemudian mereka dipindahkan ke kamp Amersfoort. Di sinilah penderitaan dimulai. Mereka dipaksa bekerja dengan waktu istirahat dan makanan yang kurang.
Saking kurangnya, sehingga para tawanan kadang hanya memakan sisa-sisa makanan babi atau mengambil resiko dengan mencuri makanan di dapur. Kupasan kulit kentang, sayuran busuk, hingga sisa-sisa makanan pun terasa sangat berharga.
Pada bulan Maret 1942, Loebis terpisah dengan Sidartawan. Kawannya itu dipindahkan ke kamp Daschau dan seminggu sesudahnya meninggal akibat penyakit.
Loebis masih sedikit lebih beruntung. Setelah kehidupan keras di kamp Bruchenwald selama setahun, pada 1943, ia dipindahkan ke kamp Sachenhaussen. Di sini ia diangkat menjadi dokter terkait latar belakang pendidikannya. Ia kemudian bebas setelah Perang Dunia selesai.
**
PI identik dengan Partai Komunis Belanda. Partai politik inilah yang paling getol memberikan perlindungan kepada anggota-anggota PI. Sementara Hitler dengan fasismenya menganggap ideologi Komunis yang tumbuh subur di Rusia adalah sebuah ancaman. Mereka harus ditumpas, termasuk akar-akarnya.