Masalahnya, tidak ada larangan bagi kaum hawa untuk berkecimpung di sana. Jika memang sudah demikian adanya, maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi;
Yang antipati dan yang terbahak-bahak pasti
Para pria mungkin berpikiran bahwa mereka yang termasuk dalam kategori kedua adalah seorang wanita yang berpikiran terbuka, dan menganggap bahwa lelucon seksual bukanlah hal yang tabu.
Tapi, dari sinilah masalah sering timbul.
Sebutkanlah Juli (nama samaran). Ia adalah wanita dengan pikiran terbuka. Suaminya bule dan pernah sepuluh tahun tinggal di Amerika sebelum hijrah ke Singapura.
Juli adalah kawan SMA saya. Pernah suatu waktu ia kembali ke kampung halaman untuk acara reunian. Di sana ia berkesempatan bertemu kawan-kawan lama yang sudah puluhan tahun tak berjumpa.
Juli ini orangnya sigap. Segala jenis guyonan ia ladeni, termasuk lelucon seks dengan para lelaki. Namun, semuanya ambyar ketika salah seorang kawan keseleo lidah.
Ia menertawakan Juli sebagai seorang wanita yang suka dengan otong besar, terkait kenyataan bahwa suaminya bule.
Sang kawan yang naif juga membandingkan Juli dengan para wanita bule yang suka gonta-ganti pasangan. Belum lagi selesai urusannya, sang kawan lalu menaksir takaran dada si Juli.
Sontak, lelucon yang seharusnya ditertawakan menjadi buyar. Juli marah besar, dan pergi meninggalkan acara tanpa pernah kembali lagi.
Nah, apakah yang terjadi?