Humor memang adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling sadis. Sejahat apa pun kontennya, tidak ada yang boleh marah. Sebabnya ia hanyalah guyonan.
Ia bak pedang bermata dua, dapat merekatkan diri atau malah menciptakan musuh abadi. Ia dapat membuat orang lain terbahak-bahak, tetapi juga bisa jadi perseturuan berbabak-babak.
Oleh sebab itu, bagi yang suka guyon, sebaiknya menjaga diri tetap sadar. Ada beberapa aturan tidak tertulis tentang guyonan. Tidak perlu diuraikan, tersebab semuanya sudah diarahkan dengan nurani.
Satu yang pasti, jangan sampai humor menyinggung perasaan orang lain.
Sebagai contoh, menjadikan penderitaan orang lain sebagai hiburan, anggota tubuh sebagai bahan lelucon, hingga menertawakan anggota keluarga.
Nah, apakah lelucon tentang seks juga termasuk? Ini adalah pertanyaan gampang-gampang susah.
Akhir-akhir ini pembaca sering mendapatkan tulisan saya dan Engkong Felix bersahut-sahutan di Kompasiana. Sebagai penggiat Kamasutra dan penyuka lelucon, Anda mungkin bisa menduga seperti apakah model lelucon yang beredar.
Namun, jika Anda jeli, sebenarnya saya dan Engkong Felix punya satu persamaan, sama-sama memiliki satu aturan baku, yakni;
Pantang menganggit nama Kompasianer wanita sebagai sebagai objek lelucon seksual.
Oke, itu di Kompasiana, media sosial dengan jutaan penggiat literasi sosial. Bagaimana dengan kenyataan hidup sehari-hari?
Para lelaki memang adalah makhluk brutal. Tidak tahan dengan bening-bening, membuat segala hal bisa terasa lumrah. Seks pun marak beredar sebagai bagian dari lelucon dalam kancah pergaulan.