Kejadian pertama bukan yang terakhir. Saat itu Sasaki masih sangat muda. Namun, peristiwa itu menimbulkan trauma yang berkepanjangan.
Pelecehan demi pelecehan ia alami. Pelakunya juga beragam. Mulai dari remaja hingga bandot berusia 70an.
Bahkan Sasaki pernah "pernah" dilamar oleh seorang pria berusia 50 tahun. Sang pria asing itu menguntit Sasaki hingga ke rumahnya. Ia mengatakan ingin memiliki anak dari Sasaki.
Sasaki berkata ia ingin menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa efek tchikan lebih berbahaya dari apa yang disangka. Sasaki juga ingin mengubah pandangan masyarakat Jepang yang kerap menganggap kasus tchikan sebagai masalah kecil.Â
Usaha Pemerintah Jepang
Sebenarnya pemerintah Jepang tidak duduk diam. Sejak tahun 2005, di Jepang sudah ada gerbong khusus wanita.
Namun, kasus tchikan masih saja kerap terjadi. Untuk itu semakin banyak himbauan yang tertempel di tempat-tempat umum.
Para wanita didorong untuk lebih berani melaporkan tindak pelecehan terhadap mereka. Sejak tahun 2016, kepolisian Jepang telah meluncurkan aplikasi Digi Police.
Aplikasi ini memudahkan para korban dengan polisi dan pengguna lain. Jika ditekan, polisi akan segera datang menangkap pelaku. Pengguna lainnya juga bisa berwaspada.
Ada juga aplikasi radar tchikan yang diproduksi oleh perusahaan swasta. Penggunanya dapat melihat lokasi-lokasi rawan tchikan, dan juga petanda jika ada yang beraksi.
Juga ada stempel kasat mata. Bisa ditempel oleh korban tanpa diketahui oleh pelaku. Polisi memiliki alat khusus, semacam sinar infra merah. Pelaku yang sudah terdeteksi memiliki stempel akan ditangkap.
Hukuman bagi Para Tchikan
Sejak Tahun 2011, pemerintah Jepang juga sudah memberlakukan aturan bagi kamera ponsel. Adalah tindakan melawan hukum jika suara jepretan pada ponsel di senyapkan. Tersebab kasus pelecehan seksual tidak saja meraba, tapi juga memotret.