Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hario Kecik, Jenderal yang "Hilang" di Masa Pemberontakan G30S PKI

20 Mei 2021   07:24 Diperbarui: 20 Mei 2021   09:06 2224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hario Kecik tidak pernah sakit, kecuali sakit hati ketika pemerintah memperlakukannya dengan tidak adil.

Tanggal 1 Oktober 1945, gedung itu masih berdiri megah dengan aura menyeramkan. Lokasinya berada di Pasar Besar dan dikenal sebagai Markas Besar Kempetai Jepang.

Entah sudah berapa banyak kekejaman yang terjadi di dalamnya, tapi pada tanggal tersebut, ia sudah tidak berdaya lagi.

Sekelompok massa tampak mengepung markas itu. Soehario Padmodiwirio atau yang juga dikenal dengan nama Hario Kecik tampak sigap. Senapan di tangan, pistol revolver di pinggang, Hario berada di bagian belakang kompleks. Bersiap untuk menyerang.

Di belakangnya massa dan pemuda mulai berdatangan. Mereka bukanlah pasukan terlatih. Hanya sekelompok Arek Suroboyo yang ingin berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tidak ada senapan berat. Hanya golok, sangkur, dan bambu runcing.

"Maju..." Teriak Hario Kecik.

Bunyi tembakan bertubi-tubi datang dari arah gedung. Beberapa prajurit dan rakyat tampak berjatuhan. Hario berhasil selamat. Ia berada di posisi aman, merapat di tembok Markas Kempetai.

Hario kemudian mengambil sangkurnya. Bersiap untuk pertarungan jarak dekat dengan pasukan Jepang yang masih bertahan di dalam gedung.

"Jangan tembak, jangan tembak," teriakan terdengar dari mana-mana. Tidak ada lagi bunyi bising meletus. Pihak Kempetai sudah sudah siap berunding. Gencatan senjata sementara pun diberlakukan.

Di saat tenang, Hario baru sadar bahwa ia bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah seorang prajurit kecil di tengah rakyat. Tidak ada komandan atau pemimpin. Yang ada hanya niat untuk mengalahkan musuh.

"Hampir semua adalah pemuda kampung, pakaian mereka juga mencerminkan kemiskinan," pungkas Hario Kecik yang dikutip dari sumber (detik.com).

Selang beberapa bulan, Hario Kecik selalu berada di garis depan, Surabaya. Menghadapi musuh yang ingin merebut kembali kedaulatan NKRI. Ia adalah pejuang bangsa. Tidak ada rasa takut. Terkena serpihan bom pun tidak membuatnya sakit.

Hario Kecik tidak pernah sakit, kecuali sakit hati ketika pemerintah memperlakukannya dengan tidak adil.

**

Akhir Januari 1965. Hario tak menyangka jika itu adalah penerbangan terakhirnya sebagai tentara Indonesia. Kala itu ia berpangkat Mayor Jenderal. Pernah juga bertugas sebagai Panglima Kodam Mulawarman di Kalimantan.

Kepergiannya ke Soviet dalam rangka belajar. Menteri Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani yang menugaskannya. Ia dijanji kenaikan pangkat setelah selesai menuntut ilmu.

Perjalanan ke Moscow terasa nyaman dengan suguhan kaviar dan ikan sturgeon. Seteguk vodka melengkapi nikmatnya santapan. Hario terlelap hingga pesawat mendarat di Moscow.

Tugas belajarnya bukanlah yang pertama. Hario Kecik termasuk perwira dengan karir yang gemilang. Sebelumnya ia sudah sering ke Soviet maupun Amerika Serikat. Sebagai perwira yang mendapat fasilitas memperdalam ilmu militer.

**

Delapan bulan menuntut ilmu di Akademi Militer Suworov, Hario mendapat kabar mengejutkan. Ahmad Yani beserta beberapa Jenderal sahabatnya tewas dibunuh.

Pemberontakan PKI membuat nasib Moscow-Jakarta membuat Hario Kecik seperti  anak ayam kehilangan induknya. Ia tidak pernah dihubungi oleh garis komando Angkatan Darat di Indonesia. Bahkan ketika pendidikannya berakhir, ia masih tetap tidak mendapatkan perintah untuk kembali ke Indonesia.

Hal ini yang membuat Hario ragu untuk kembali ke Indonesia. Ia takut menjadi korban politik seperti beberapa jenderal lainnya yang dituduh PKI.

Berada dalam kondisi tanpa negara, nasib Hario Kecik dan keluarganya terombang-ambing. Untungnya mereka berada di bawah perlindungan Komite Internasional Palang Merah.

Untuk menghidupi keluarga, Hario bekerja menjadi peneliti di Akademi Sains Uni-soviet.

Pada pertengahan 1970an, Menteri Luar Negeri Adam Malik berkunjung ke Moscow. Tujuannya untuk bernegosiasi mengenai pembayaran utang Indonesia ke Soviet.

Adam Malik pun berkeinginan untuk bertemu dengan Hario. Mereka akhirnya bertemu di kantor kedutaan besar. Hubungan keduanya terasa akrab. Mereka telah berkawan lama.   

Sambutan Adam Malik pun terkesan ramah. Sebagai seorang sahabat lama yang membawa pesan dari Presiden Soeharto.

"Soeharto hanya ingin memastikan, apakah kamu tidak tersangkut masalah politik?" Tanya Adam Malik.

Hario hanya menjawab polos. Bahwa ia hanya khwatir tentang masa depan pendidikan anaknya. Adam Malik pun balik bertanya; "Mengapa kamu tidak menyekolahkan anakmu di Eropa?"

Hario menjawab, "saya tidak punya dana untuk itu. Namun, jika pemerintah berani menjamin sekolah anak-anak saya bersekolah di mana saja, Amerika atau Eropa, maka saya akan pulang bersama Bung."

Adam Malik hanya tertawa dan bersikap santai, padahal orang-orang di sekitarnya sudah gelisah.

**

Juni 1977, Hario Kecik memutuskan untuk pulang ke tanah air. Sudah lebih 12 tahun ia tinggal di Moscow. Begitu tiba di Jakarta, kekhwatiran Hario menjadi kenyataan.

ia telah ditunggui oleh Ali Moertopo, Wakil Kepala BIN saat itu dan juga orang kepercayaan Soeharto. Hario langsung dikirim ke Rutan Militer Utomo.

Tidak jelas apa tuduhannya, bukan anggota Partai Komunis, tapi kemungkinan karena kedekatannya dengan Soekarno.

Barulah beberapa hari kemudian baru Kolonel Usman Sjarif datang menginterogasinya. Hario juga harus menjalani tes psikologi yang ketat sebelum benar-benar terbukti jika ia tak berpaham Komunis.

Empat tahun lamanya, Hario harus menjalani hidup sebagai tahanan politik. Ia tak pernah diadili. Barulah pada bulan September 1981, Hario beserta dua tapol lainnya, Mayor Jenderal Pranoto dan Rukman menjalani upacara pelepasan sebagai tahanan.

Hario harus mengucapkan sumpah. Bukan sumpah setia kepada NKRI, tapi sumpah untuk tidak menceritakan tentang apa pun yang mereka alami selama dalam tahanan.

Hario Kecik tidak pernah sakit, kecuali sakit hati ketika pemeintah memperlakukannya dengan tidak adil.

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun