Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hamil di Luar Nikah, Antara Ada dan Tiada

20 Mei 2021   05:34 Diperbarui: 20 Mei 2021   05:40 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah (1)

Venny (nama samaran) adalah mantan karyawanku. Usianya 25 tahun. Anaknya baik, pintar, dan rajin pula.

Hingga suatu hari, ia mengambil sebuah keputusan mengejutkan. Hamil di luar nikah dengan rencana. Tersebab ia terlanjur jatuh cinta dengan seorang lelaki. Sebutkanlah namanya Very (nama samaran).

Yang membuat aku penasaran, Venny adalah anak yang soleh. Ia juga berasal dari keluarga konservatif yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan.

Tapi, justru di situlah letak permasalahannya. Nilai kolot didobrak oleh Venny dengan cara yang sangat ekstrim. Kehamilan yang ia rencanakan untuk mendapat restu dari kedua orangtua yang tidak menyukai Very.

Singkat cerita, mereka menikah. Hanya dalam waktu tidak cukup setahun, Venny menyadari jika Very bukanlah pria idaman. Ia adalah seorang yang pemabuk dan pemain wanita.

Syahdan, hidup Venny hancur dan semua tabungannya terkuras begitu saja. Tahun kedua adalah akhir dari semuanya. Venny dan Very bercerai tidak baik-baik.

Kisah (2)

Lain lagi dengan Belen (nama samaran). Ia dan Benny (nama samaran) adalah sepasang suami istri. Dikaruniai dua anak lucu-lucu dan cerdas. Mereka hidup bahagia hingga hari ini.

Namun, tidak banyak yang tahu. Sebelum menikah, Belen sudah melakukan aborsi sebanyak tiga kali. Tersebab hubungannya dengan Benny tidak direstui oleh kedua orangtuanya.

Kisah (3)

Kisah berikutnya mengenai Devi (nama samaran). Ia adalah seorang wanita yang naif dan telah dibodohi oleh pria beristri. Menyerahkan seluruh hidupnya, termasuk mengandung anaknya.

Di saat ia hamil, sang lelaki mau bertanggung jawab. Ia ingin menceraikan istrinya untuk menemani Devi. Keluarga tidak mau menerima. Lelaki seperti itu jelas bukan suami yang baik untuk Devi.

Akhirnya keluarga memutuskan untuk menerima si bayi tak berdosa. Devi pun bisa kembali bersekolah. Saat ini, Devi telah hidup dengan pujaan hatinya. Seorang pria sukses, pengusaha besar di Jakarta. Anaknya masih bersama mereka.

**

Ketiga contoh di atas adalah kasus hamil di luar nikah yang pernah saya dengar.  Melambangkan segelintir contoh dari problem penduduk urban. Seks bebas menjadi penyebab, banyak hal menjadi pemicu.

Semoga kejadian ini tidak menimpa diri kita. Tapi, tidak tertutup kemungkinan. Ancaman ada di sekitar kita.

**

Seks bebas adalah penyebab dari kehamilan di luar nikah. Ini belum termasuk bahaya lainnya yang mengintai. Penyakit kelamin menular dan resiko aborsi yang mengancam jiwa.

Hamil di luar nikah bukan hanya sekedar masalah kesehatan saja. Ini adalah masalah sosial yang cukup berat. Melibatkan kehormatan keluarga dan juga masa depan anak-anak.

Kendati demikian, masalah ini tidak sepenuhnya bisa dibebankan kepada anak saja. Orangtua juga harus bertanggung jawab. Bagaimana pun juga, keluarga adalah sebuah unitas yang tak terpisahkan.

Seringkali orangtua merasa bahwa anaknya baik-baik saja. Tapi, kita tidak pernah tahu dengan apa yang ada di benak mereka.

Usia pubertas adalah masa yang labil. Ditambah lagi dengan kebebasan akses internet dan pergaulan sosial, membuat anak-anak dapat berubah hanya dalam waktu sekejap.

Memulai proteksi dari keluarga sangat disarankan. Kedekatan terhadap anak itu penting. Tidak mengekang, tapi tidak terlalu membebaskan. Memberi edukasi mengenai seks yang benar. Hingga selalu menjaga keterbukaan mengalir deras.

Namun, jika semua hal sudah terjadi, apa yang harus dilalui?

Kesalahan terbesar dari orangtua adalah menikahkan anak. Kendati usia mereka belum cukup, tapi atas nama kehormatan keluarga, dianggap yang terbaik.

Menurut data Badan Pusat Statistik 2017, terdapat sekitar 2,4 juta pernikahan. 48,9% di antaranya melibatkan anak di bawah usia 20 tahun. Jelas ini adalah masalah. Pernikahan dini hanyalah menyelesaikan masalah dengan masalah.

Sebuah tulisan mengenai pernikahan dini, telah diuraikan dengan sangat baik oleh Kompasianer Martha Weda. Sila klik di sini.

Dengan demikian, maka ada beberapa persepsi yang mungkin bisa dipertimbangkan.

**

Dalam kasus Devi, keluarganya telah melakukan tindakan yang cukup berbeda. Mereka bersedia menerima anak dari hasil kehamilan di luar nikah, tanpa menyalahkan Devi sebagai korban.

Devi adalah anak remaja yang masih bersekolah. Menikahkannya dengan seorang bandot tua, hanya akan menimbulkan masalah baru.

Sikap dari keluarga Devi mungkin menimbulkan gunjingan. Tapi, pada akhirnya semua akan hilang begitu saja. Terutama bagi masa depan sang anak agar tidak terjatuh ke dalam lubang yang lebih dalam lagi.

**

Kehamilan di luar nikah bukan hanya problem anak di bawah umur saja. Lelaki dan perempuan dewasa juga mengalaminya. Seperti dalam kasus Venny.

Kalau ditilik kembali, Venny dan Very melakukannya atas dasar cinta. Terlepas dari akhir kisah yang menyedihkan, usia mereka sudah berhak menentukan masa depannya.  

Lagipula Belen dan Benny telah membuktikan jika mereka benar. Menjadi pasangan yang ceria, meskipun awalnya orangtua tidak menyetujui.

Jika kejadian menimpa orang dewasa, maka berikanlah mereka hak untuk memutuskan, Keluarga seyogyanya memberi nasehat, bukan bersikeras mengintervensi keputusan.

Masukan yang diberikan pun terkait kenyataan umum, seperti apakah sudah siap? Bagaimana dengan kondisi ekonomi? Serta nasehat pendukung lainnya.

**

Lupakanlah ego. Karena apa yang tampak sekarang, belum tentu kejadian nanti.

Jika ternyata kedua pihak tidak ingin hidup sebagai suami istri, jangan pernah melakukan aborsi. Selain membahayakan kesehatan, janin adalah manusia. Agama apa pun tidak menyetujuinya.

Terimalah sang bayi dengan tangan terbuka. Namun, jika kondisi tidak memungkinkan, maka menyerahkannya kepada pihak yang ingin mengadopsi adalah jalan keluar yang terakhir.

Meskipun sakit, tetap lebih baik daripada menghilangkan nyawa. Sesuatu yang bernyawa selalu memiliki alasan yang indah atas kehadirannya di dunia ini.

Sekali lagi, hamil di luar nikah adalah problem sosial yang pelik. Tapi, tidak akan menjadi masalah jika semua pihak yang terlibat menyelesaikannya secara baik-baik.

Bagi anak putri yang sudah terlanjur hamil di luar nikah, jangan malu untuk mengungkapkannya. Orang yang paling tepat untuk berdiskusi adalah ibumu; karena ia juga adalah seorang wanita.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun