Usia pubertas adalah masa yang labil. Ditambah lagi dengan kebebasan akses internet dan pergaulan sosial, membuat anak-anak dapat berubah hanya dalam waktu sekejap.
Memulai proteksi dari keluarga sangat disarankan. Kedekatan terhadap anak itu penting. Tidak mengekang, tapi tidak terlalu membebaskan. Memberi edukasi mengenai seks yang benar. Hingga selalu menjaga keterbukaan mengalir deras.
Namun, jika semua hal sudah terjadi, apa yang harus dilalui?
Kesalahan terbesar dari orangtua adalah menikahkan anak. Kendati usia mereka belum cukup, tapi atas nama kehormatan keluarga, dianggap yang terbaik.
Menurut data Badan Pusat Statistik 2017, terdapat sekitar 2,4 juta pernikahan. 48,9% di antaranya melibatkan anak di bawah usia 20 tahun. Jelas ini adalah masalah. Pernikahan dini hanyalah menyelesaikan masalah dengan masalah.
Sebuah tulisan mengenai pernikahan dini, telah diuraikan dengan sangat baik oleh Kompasianer Martha Weda. Sila klik di sini.
Dengan demikian, maka ada beberapa persepsi yang mungkin bisa dipertimbangkan.
**
Dalam kasus Devi, keluarganya telah melakukan tindakan yang cukup berbeda. Mereka bersedia menerima anak dari hasil kehamilan di luar nikah, tanpa menyalahkan Devi sebagai korban.
Devi adalah anak remaja yang masih bersekolah. Menikahkannya dengan seorang bandot tua, hanya akan menimbulkan masalah baru.
Sikap dari keluarga Devi mungkin menimbulkan gunjingan. Tapi, pada akhirnya semua akan hilang begitu saja. Terutama bagi masa depan sang anak agar tidak terjatuh ke dalam lubang yang lebih dalam lagi.