Namun, karena saraf penerima bukanlah saraf pendengaran khusus, maka signal yang diterima oleh auditory cortex menjadi kurang lengkap.
Tapi, poinnya bukan di sini. Mendengarkan musik bisa melalui cara apa saja, bahkan jika signal yang diterima juga tidak berbentuk sama dengan pendengaran orang normal.
Orang yang pertama kali menemukan fakta bahwa tuna rungu juga bisa menangkap suara musik adalah Dr. Dean Shibata.
Terkait fakta ini, ia menyarankan agar orangtua anak tuna rungu disarankan untuk memperkenalkan musik kepada anaknya, agar auditory cortexnya dapat dirangsang sedini mungkin.Â
**
Dalam keadaan normal, otak sudah memiliki fungsinya masing-masing. Tapi, otak manusia sangat adaptif. Dalam keadaan tertentu, akan terjadi perubahan strategi.
Mata Anda berfungsi normal. Cobalah mengambil selembar kain dan tutupi matamu. Konsentrasilah terhadap kondisi di sekelilingmu.
Lucunya, ketika mata Anda tidak berfungsi, otak Anda akan mengirimkan signal visual dari tempat di mana kamu berada. Setelah itu, telinga Anda akan menjadi lebih tajam dan memperhatikan setiap bunyi yang menandai apa yang terjadi di sekitarmu.
Nah, tuna rungu pun demikian. Indra pendengaran yang tidak berfungsi akan mempertajam fungsi saraf lainnya untuk menerima signal suara. Otak pun akan mengenali vibrasi yang disebut ritme atau irama.
Orang normal dan orang tuli merasakan musik dengan caranya masing-masing. Ini membuktikan bahwa musik adalah bahasa universal. Tidak saja lintas generasi, tapi juga melalui lintas kemampuan.