**
Tahun 1965, situasi genting di ibu kota. Letnan Kolonel Herman Sarens bergetar di rumah D.I. Panjaitan. Darah berceceran di teras depan rumah, sementara sang Jenderal tidak ada di rumah. Istrinya tampak shok dan mengusir Herman.
Herman mengingat instruksi dari Jenderal Ahmad Yani, "kalau ada apa-apa segera cari Soeharto."
Bersama Wakil Asisten II, Menpangad, Brigjen Mustika, Herman bergegas ke markas Kostrad menemui Soeharto.
Namun, Mustika yang pangkatnya lebih tinggi dari Herman tidak ingin melapor ke Soeharto. Ia sudah tiga bulan tidak berbicara dengan Soeharto karena perselisihan.
Jadilah Herman yang tidak dikenal, menghadap Soeharto. Ia melaporkan kasus penculikan sejumlah Jenderal oleh pasukan liar bersyal merah (Cakrabirawa).
Soeharto yang geram tak banyak berbicara. Ia memerintahkan Herman membawa sepucuk surat darinya kepada Sarwo Eddhie Wibowo, Komandan RPKAD.
Instruksi Soeharto pada malam hari itu kepada Sarwo Edhie adalah cikal bakal penumpasan Gerakan 30 September, PKI.
Tak disangka peran Herman sebagai penghubung Soeharto dan Sarwo Edhie itulah yang berbuah mujur. Sejak saat itu karir Herman lancar menapaki jenjang yang lebih tinggi.
**
Herman adalah seorang perwira yang pintar melihat peluang. Di masa operasi militer berada di bawah Komando Operasi Tertinggi (KOTI) pimpinan Letjen TNI Ahmad Yani, Herman menjabat sebagai wakil kepala staf bidang logistik.