Dengan santai ia pun mengendarai vespa px-150 nya menuju pulang. Sesampainya di rumah, Uya menyimpan mesin pagernya di atas meja. Tempat yang mudah diraih oleh istrinya.
Uya pun menyelongsor mandi, setelah mencium pipi istrinya yang temben.
Sedang asyik-asyiknya berdendang lagu Halo-halo Bandung di kamar mandi, Uya mendengar suara pagernya berbunyi. Senyum simpul tampak mencuat dari bibirnya yang lebar.
"Pa, ada pesan dari Mr.zzzz, atasanmu. Katanya disuruh ketemu sekarang di restoran yyyy," teriak istri Uya dari balik pintu kamar mandi.
"Okey beib, eh... okey mama,"Â jawab Uya. Senyumnya semakin melebar hingga bibirnya monyong terlihat.
**
Pager adalah teknologi canggih di zaman bapakmu. Uya yang bekerja sebagai tenaga penyelia di sebuah perusahaan swasta, bangga memilikinya. Terlihat keren jika disematkan di tali ikat pinggang.
Benda persegi empat kecil ini sangat mudah dibawa kemana-mana, dan bisa menerima pesan dari siapa saja. Dengan demikian, Uya bisa menenangkan istrinya.
"Tenang beib (ehhh... ma), pokoknya kalau butuh aku, kamu sisa telpon ke operator." Pesan Uya kepada istrinya.
Istri Uya pun senang. Ia tidak khwatir lagi si Uya menghilang.
Sayangnya perasaan tenang istri Uya bagai pedang bermata dua. Uya tidak khwatir jika istrinya mengirim pesan. Kecanggihannya setara dengan kaum milenial, mampu memanfaatkan teknologi untuk menyalurkan hobinya yang ehem... (harap jangan ditiru).