Para ahli astronomi kuno mengasosiasikan wujud Thay Sui dengan kemunculan bintang besar atau Mu Xing (bintang induk) yang beredar selama dua belas tahun sekali (tepatnya 11,88 tahun). Konon bintang besar ini ditenggarai sebagai planet Jupiter.
Peredaran dari Mu Xing inilah yang menjadi dasar dari putaran 12 shio.
Para ahli astronomi juga menemukan kejanggalan dari orbit Mu Xing. Jika rasi bintang lainnya beredar dari arah timur ke barat, Mu Xing justru sebaliknya.
Hal ini membuat ambigu dalam pengamatan astronomi. Untuk memudahkan pengamatan, maka mereka menciptakan sebuah bintang abstrak yang seolah-olah di seberang Mu Xing ada sebuah bintang yang tidak kelihatan yang pergerakannya berlawanan dengan Mu Xing.
Dengan demikian maka "bintang abstrak" itu memiliki orbit yang sama dengan bintang-bintang lainnya. Para ahli astronomi kuno kemudian menamakan "bintang abstrak" tersebut sebagai Thay Sui.
Secara harafiah Thay Sui juga bisa mengartikan awal (Thay) usia (Sui). Beberapa pengamat kemudian melihat hubungan antara Thay Sui dengan konsep Dewa Bintang alias Jupiter dalam mitologi Yunani Kuno.
Jika kita mengunjungi kelenteng, maka arca Thay Sui terlihat dengan 60 patung dewa. Semuanya adalah jenderal perang, lengkap dengan nama dan senjatanya masing-masing.
Metafisika menghitung perjalanan nasib berdasarkan data empiris yang mereka catat selama ribuan tahun. Ahli metafisika adalah ilmuan zaman dulu, tetapi mereka bukanlah ahli spiritual.
Pada zaman yang sama, perhitungan sains kuno ini juga mempengaruhi budaya Taoisme di China. Taoisme adalah ajaran filsafat tentang hidup. Ritual yang dilakukan adalah bentuk pemujaan terhadap alam semesta.
Kedua ilmu (metafisika dan filsafat) ini kemudian tergabung menjadi satu. Itulah mengapa kita melihat bagaimana bintang astronomi dilambangkan dengan sosok dewa atau hewan surgawi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!