Di tengah kesibukan, para gadis penjaja tubuh harus berjibaku mencari nafkah. Pagi hingga malam mereka duduk di depan ruko atau tempat makan. Berbaur dengan warga setempat.
Menjaring pria hidung belang yang ingin diajak bernikmat. Jika ada yang berminat tinggal cek in ke salah satu hotel. Siang atau pun malam.
Tindakan petugas pantas dimaklumi. Tersebab masih banyak muncikari dan PSK tanpa izin berkeliaran. Mereka bertebaran di sepanjang Lorong yang remang-remang. Asalnya pun dari berbagai negara, termasuk Indonesia seperti Bunga.
Ingin rasanya Bunga berpakaian sopan, tapi tidak akan mengundang pelanggan. Itu adalah syarat, agar ia dapat bekerja tiga kali dalam sehari. Hanya untuk sekedar makan dan membayar utang di kampungnya. Â
Akuarium manusia bisa dilihat. Gadis mancanegara siap menghibur. Terbanyak dari China, tapi ada juga dari Malaysia, Vietnam, India, Filipina, Thailand, dan Indonesia.
Tarifnya beragam. Mulai dari 60 hingga 150 dollar Singapura per setengah jam. Bunga mendapat jatah termurah. Gadis Indonesia adalah penyebabnya. Soalnya pulau Batam menjadi saingannya. Menyeberang laut, gadis seperti Bunga hanya dinilai sepertiga harga.
Letaknya di muara sungai Singapura menjadikan Geylang sebagai tempat ideal pemukiman dan sekaligus tempat usaha. Hingga kini peninggalan komunitas Melayu Arab masih terlihat. Termasuk bangunan lama dengan corak timur tengah.
Konon praktik prostitusi sudah berkembang sejak zaman Raffles. Keramaian distrik Geylang zaman dulu menjadi asal mulanya. Sebagai pusat perdagangan tempo doeloe, Geylang telah ramai dikunjungi para pedagang.