Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kabinet Jokowi, disebutkan bahwa Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional adalah yang termiskin. Di saldonya hanya ada uang sebesar 84 juta rupiah saja.
Kendati demikian, bukan berarti ia masuk dalam kategori penduduk miskin. Hanya saja hartanya tak sebanyak Menteri-menteri lain. Paling tidak ia masih bisa membayar tagihan listrik di rumahnya.
Tapi, tidak demikian bagi Ir. Sutami. Mendapat gelar sebagai Menteri termiskin sepanjang sejarah Indonesia, Ir. Sutami benar-benar hidup di ambang kemiskinan.
**
Dua orang insinyur bertemu dengan presiden Soekarno di Istana Negara. Tujuannya untuk membahas cara yang paling efisien untuk membangun Jembatan Semanggi.
Bukannya memberi solusi. Keduanya justru berdebat mengenai teori masing-masing. Dua orang itu bernama Sutami dan David Cheng. Saat itu Sutami baru saja diangkat menjadi Direktur Utama Hutama Karya, perusahaan negara yang bergerak di bidang konstruksi.
Sutami mengusulkan agar jembatan tersebut dibangun dengan menggunakan konstruksi prategang tanpa menggunakan tiang. Usulan itu ditolak oleh Insinyur Cheng karena belum pernah dilakukan di Indonesia bahkan masih jarang di dunia.
Sukarno gerah dan kehilangan kesabaran. Ia memarahi Sutami;
"Awas, Sutami! Kamu jangan main-main dengan nama baik bangsa dan negara. Kalau engkau berpetualang, engkau akan digantung!" ucap Soekarno lantang.
Bukannya takut, Sutami kembali menghardik Soekarno;
"Tetapi itu memang pendapat saya, berdasarkan perhitungan cermat."
Projek Jembatan Semanggi yang ambisius. Pada awalnya dipandang sebelah mata oleh banyak pihak. Pada akhirnya menuai pujian. Strukturnya inovatif. Pertama di Indonesia dan hanya segelintir di dunia.
Projek berikutnya adalah menjadi Menteri. Sukarno mengangkatnya sebagai Menteri Pekerjaan Umum di Kabinet Dwikora pada 1966. Ia diberi tugas untuk menangani proyek mercusuar Soekarno. Di antaranya adalah Stadion Utama Senayan dan Gedung DPR/MPR.
Namun, takdir berkata lain. Sutami lebih menyukai hitung-hitungan begitu mengenal pelajaran matematika. Insinyur menjadi cita-citanya. Dikejarlah impian sampai ke Bandung. Pada tahun 1950 Sutami resmi menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
Karirnya brilian. Setelah lulus ia menjadi asisten pengajar di Akademi Teknik Departemen Pekerjaan Umum. Keuletannya membuahkan hasil. Tidak sampai lima tahun ia diangkat menjadi Direktur Utama Perusahaan Hutama Karya.
"Politikus bisa berbohong, tetapi sangat mustahil bagi teknisi untuk memanipuliasi fakta," ujar Sutami.
Mungkin karena inilah ia kembali diangkat menjadi Menteri PU di zaman Soeharto. Budaya Jawa selalu menjadi pegangan hidupnya. Mungkin karena ini dirinya dekat dengan Soeharto. Ia dengan mudah menerjemahkan visi pembangunan orde baru ke dalam berbagai proyek.
Proyek mercusuar tidak lagi ditanganinya. Di kabinet Pembangunan, Sutami berfokus memelopori pembangunan waduk besar, irigasi, dan pusat pembangkit tenaga listrik.
Walaupun sebagai Menteri PU, Sutami tidak hanya berfokus pada pembangunan. Solusi komprehensif juga ia lakukan. Menurutnya, pulau Jawa sangat rawan terancam bencana ekologis. Caranya selain membangun infrastruktur kerakyatan.
Konsep infrastruktur kerakyatan juga ia laksanakan penuh perhatian. Ia kerap berkeliling ke pelosok tujuan transmigrasi bermasalah. Hal tersebut ia wujudkan dengan lebih berfokus pada proyek kecil seperti jembatan desa atau irigasi kecil. Ia bahkan rela berjalan kaki dan bergabung dengan rakyat kecil untuk mewujudkan impiannya.
Baginya, pembangunan seharusnya bermanfaat bagi rakyat kecil. Daripada pembangunan raksasa yang menunjang perluasan industri.
"Gunung berapi, irigasi, dan jembatan adalah pacar-pacar saya," ujar Sutami (Tempo, 22.11.1980).
Rumahnya di jalan Imam Bonjol adalah rumah yang ia beli dengan cara menyicil. Lunas setelah ia pensiun. Rumah tersebut jauh dari kesan mewah. Tidak pernah direnovasi. Bahkan atapnya pun bocor.
Yang lebih memprihatinkan lagi, rumahnya di Solo diputus listriknya oleh PLN. Ia tak mampu membayar tagihan listrik. Padahal saat itu, ia sendiri adalah Menteri Pekerjaan umum dan Tenaga Listrik. (Kabinet Pembangunan I).
Di saat ia pensiun, semua fasilitas negara dikembalikan. Bahkan mobil dinasnya. Saat itu seorang pengusaha berniat memberinya mobil. Namun, Sutami menolaknya. Ia hanya meminta sedikit diskon dari sang pengusaha.
Tujuannya jelas bukan pencitraan. Dengan berjalan kaki, maka Sutami yakin bisa memahami manfaat pembangunan bagi rakyat kecil. Sekaligus langsung mendeteksi permasalahan dan menyelesaikannya.
Terlepas dari sikapnya yang tidak biasa. Ia adalah Menteri Pekerjaan Umum terpanjang masa jabatannya. Dua era presiden, tujuh kabinet kementerian, dan 14 tahun.
Sutami juga menjadi Menteri kesayangan dari Soekarno dan Soeharto. Presiden Soekarno sering mengundang Sutami sarapan bersama di Istana. Di masa Orde Baru, Soeharto sering mengunjungi Sutami pada saat sakit.
Sutami baru berhenti menjadi Menteri atas kemauannya sendiri. Tersebab kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. Kabar yang beredar, penyakit Sutami timbul akibat kekurangan gizi dan kelelahan.
Dilansir dari sumber (Kompas, 21.03.1078), Sutami mulai dirawat di rumah sakit sejak 12 Maret 1978 akibat penyakit lever kronis. Selama dua tahun ia terbaring hingga akhirnya tutup usia pada tanggal 13 November 1980. Ia meninggal pada usia 52 tahun.
"[...] Kita semua tahu, beliau itu, kita semua merasakan rintisan pembangunan proyek-proyek besar yang diilhami pikiran karya-karya Sutami. Beliau telah mematrikan namanya sebagai pejuang pembangunan yang besar."
Peresmian bendungan dan PLTA Karangkates pun diubah secara resmi oleh Presiden Soeharto saat itu menjadi "Bendungan dan PLTA Prof. Dr. Ir. Sutami."
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H