Konsep infrastruktur kerakyatan juga ia laksanakan penuh perhatian. Ia kerap berkeliling ke pelosok tujuan transmigrasi bermasalah. Hal tersebut ia wujudkan dengan lebih berfokus pada proyek kecil seperti jembatan desa atau irigasi kecil. Ia bahkan rela berjalan kaki dan bergabung dengan rakyat kecil untuk mewujudkan impiannya.
Baginya, pembangunan seharusnya bermanfaat bagi rakyat kecil. Daripada pembangunan raksasa yang menunjang perluasan industri.
"Gunung berapi, irigasi, dan jembatan adalah pacar-pacar saya," ujar Sutami (Tempo, 22.11.1980).
Rumahnya di jalan Imam Bonjol adalah rumah yang ia beli dengan cara menyicil. Lunas setelah ia pensiun. Rumah tersebut jauh dari kesan mewah. Tidak pernah direnovasi. Bahkan atapnya pun bocor.
Yang lebih memprihatinkan lagi, rumahnya di Solo diputus listriknya oleh PLN. Ia tak mampu membayar tagihan listrik. Padahal saat itu, ia sendiri adalah Menteri Pekerjaan umum dan Tenaga Listrik. (Kabinet Pembangunan I).
Di saat ia pensiun, semua fasilitas negara dikembalikan. Bahkan mobil dinasnya. Saat itu seorang pengusaha berniat memberinya mobil. Namun, Sutami menolaknya. Ia hanya meminta sedikit diskon dari sang pengusaha.
Tujuannya jelas bukan pencitraan. Dengan berjalan kaki, maka Sutami yakin bisa memahami manfaat pembangunan bagi rakyat kecil. Sekaligus langsung mendeteksi permasalahan dan menyelesaikannya.
Terlepas dari sikapnya yang tidak biasa. Ia adalah Menteri Pekerjaan Umum terpanjang masa jabatannya. Dua era presiden, tujuh kabinet kementerian, dan 14 tahun.
Sutami juga menjadi Menteri kesayangan dari Soekarno dan Soeharto. Presiden Soekarno sering mengundang Sutami sarapan bersama di Istana. Di masa Orde Baru, Soeharto sering mengunjungi Sutami pada saat sakit.