Tidak heran ketika piala Thomas pertama kali menjadi turnamen internasional, kedua negara tersebut menjadi lawan yang hebat bagi peserta lain. Malaya bahkan berhasil menggondol piala Thomas di ajang internasional untuk pertama kalinya.
Di Indonesia, olahraga ini telah dikenal di kalangan masyarakat sebelum zaman pendudukan Jepang. Beberapa pemain bahkan sudah masuk dalam taraf pemain internasional. Ferry Sonnevile misalnya.
Keterlibatan Indonesia pertama kali di ajang bergengsi ini membuahkan hasil yang memuaskan. Ferry Sonnevile dan kawan-kawan berhasil memboyong piala Thomas ke tanah air melalui hasil pertandingan yang mengesankan dan mutlak melawan Malaya.
Indonesia sendiri sebenarnya juga diuntungkan dari sisi sosiologi. Ada sebuah pernyataan menarik dari Colin Brown, Universitas Curtin. Menurutnya;
"Popularitas olahraga ini terbentuk karena awalnya badminton banyak diminati oleh kaum minoritas (khususnya etnis Tionghoa)."
Ada dua hal yang mendasar;
Pertama, cukong-cukong Tionghoa banyak mempromosikan olahraga ini. Mereka mengeluarkan kocek sendiri untuk membuat kompetisi ini menjadi populer hingga dikenal luas ke seluruh lapisan masyarakat.
Kedua, badminton tidak dikategorikan sebagai olahraga resmi Hindia Belanda hingga akhir 1930. Dari 20 asosiasi olahraga di Jawa, takada asosiasi bulutungkis. Hal ini membuktikan bahwa warga Belanda tidak tertarik.
Dibandingkan dengan sepak bola, jelas ini merupakan keuntungan. Badminton dapat tumbuh berkembang tanpa adanya campur tangan politik dari pihak penjajah. Membuatnya dapat tumbuh alami hingga ke masyarakat bawah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!