Begitu keluar dari rumah sakit, Sum Kuning malah ditangkap. Masyarakat protes. Sum Kuning dibebaskan lagi. Tapi ia tetap tersangka. Memberi keterangan palsu sebagai tuduhannya.
Hasil visum tak lagi penting. Sum Kuning telah mengganggu ketentraman pejabat negeri. Kepada wartawan ia mengaku. Akan disetrum jika tidak menurut. Ia dianiaya dan tidak diberikan obat.
Sum Kuning bahkan ditelanjangi. Alasannya untuk mencari tato palu arit. Ia dituduh sebagai anggota Gerwani. Suatu gelar yang mensahihkan kenistaannya. Pantas diperkosa, mungkin itu yang ingin dijadikan alibi.
Sum Kuning terus diadili. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tertutup oleh wartawan. Entah apa yang terjadi.
Belakangan muncullah penjual bakso bernama Trimo. Seorang rakyat kecil jelata. Ia bertindak sebagai pacar Sum Kuning. Sekaligus pelaku pemerkosa. Ia juga telah dianiaya. Dipaksa mengaku telah memperkosa. Trimo jelas menolak mentah-mentah. Ia bahkan tak kenal Sum Kuning.
Jaksa menuntut Sum Kuning tiga bulan penjara plus satu tahun percobaan. Untungnya majelis hakim menolaknya. Hakim ketua menyatakan Sum Kuning tak terbukti memberi keterangan palsu. Karenanya, Sum Kuning harus dibebaskan. Satu nurani yang masih tersisa.
Tindakan tegas diambil. Pada Januari 1971 "Tim Pemeriksa Sum Kuning" dibentuk. Ketuanya adalah Kadapol IX/Jateng, Suwardjiono.
"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut pada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak." Tegas Hoegeng.
Kasus menjadi besar. Perhatian Kapolri tidak main-main. Politik negara menjadi tidak stabil. Tersebab para petinggi negara merasa tidak tenang. Tarik ulur terjadi. Bantahan pun dilayangkan lewat media massa.
**