Orang-orang mengenalnya sebagai Sum Kuning. Tapi, nama aslinya adalah Sumaridjem. Ia adalah gadis desa. Usianya baru menginjak 17 tahun. Kejadiannya di tahun 1970. Ketika ia menjadi viral.
Terjadi di Yogyakarta. Tempat yang seharusnya terhormat. Surat kabar turut mengawalinya. Bahkan di luar Yogya. Orang ramai membicarakannya.
**
Malam 21.09.1970. Bis kota tak lagi lewat. Dagangan lambat terjual. Sum Kuning berjalan ke arah utara. Menunggu bis yang tak kunjung datang. Perasaan tidak enak menyelimuti. Hari menjelang gelap. Pinggiran kota Yogya dulu masih sepi.Â
Sebuah mobil tiba-tiba datang menyerempet. Berhenti tepat di depannya. Pemuda-pemuda gondrong, tampang beringas, datang membekapnya. Tubuhnya diseret masuk ke mobil.
Sekuat tenaga Sum Kuning melawan. Apa daya para berandalan lebih kuat. Mobil itu bergerak pergi. Membawa sang gadis penuh isak tangis. Mobil itu jalan keluyuran. Tergoncang ketika melewati rel kereta api. Mobil itu berisikan Sum Kuning. Dikelilingi para pria berwajah bengis.
Pisau ditempelkan di leher. Sum Kuning tak berdaya. Terlebih setelah ia dibius. Nyaris tak sadarkan diri. Sum Kuning tak berkuasa. Kain panjangnya disingkap sampai pusarnya.
Sum Kuning mendengar nyanyian. Para pemuda ria berdendang. Sum Kuning berteriak pedih. Tapi hatinya lebih perih. Kelaminnya dimasuki benda keras. Sum Kuning dijadikan budak nafsu pemuas. Sampai tiga kali. Malam itu Sum Kuning digilir beramai-ramai. Kegadisannya direngut paksa para pemerkosa.
Tak berdaya di pinggir jalan. Hari masih gelap. Ia terus berjalan menuju Yogya. Orang mulai lalu lalang. Hari sudah terang. Ia menyetop becak tanpa tujuan. Dibawalah Sum Kuning ke rumah ibu Sulardi, langganan abang becak. Â Â Â
Sum Kuning menangis. Pagi itu kondisinya mengenaskan. Kaki dan kainnya berlumuran darah. Tangisannya terdengar hingga ke rumah tetangga. Tut Sugiarto, seorang wartawan. Tut segera menghubungi rekan sesama wartawan. Namanya Iman Sutrisno.
Mereka melapor ke unit Polisi Militer. Sum Kuning dibawa ke Rumah Sakit Bethesda. Ia menunjuk tempat dirinya diculik. Kabarnya melangit. Seantero negeri pun mengernyit.
**
Apa yang dialami oleh Sum Kuning. Bukan kali pertama. Tiga bulan sebelumnya seorang guru muda juga diperkosa. Tepatnya pada 26.06.1970. Gadis N begitu panggilannya. Modusnya sama. Mobilnya sama.
Sum Kuning dan Gadis N meresahkan masyarakat. Atas situasi tidak aman bagi para anak gadis. Mereka dianggap korban ketidakadilan. Bahkan janda Ki Hadjar Dewantoro pun turut bersuara;
"Kenapa penculik Gadis N lama tak tertangkap?"
Mudah menghubungkan pelaku pemerkosa Sum Kuning dan Gadis N. Mereka memiliki kemiripan. Tidak banyak yang punya mobil di zaman itu.
Masyarakat mudah menduga siapa pelakunya.
Berita terlanjur menyebar. Opini masyarakat telah terbentuk. Arahnya jatuh kepada anak-anak gedongan di Yogyakarta. Anak pejabat polisi, anak pensiunan, dan anak pejabat pemerintah.
Adalah cerita dari Boediono. Seorang makelar mobil. Ia salah satu dari empat pemerkosa Sum Kuning. Terlanjur ditangkap sesaat setelah Sum Kuning melapor ke polisi.
"Tiga pemerkosa lainnya adalah anak penggede."Â Aku Budiono.
Begitu keluar dari rumah sakit, Sum Kuning malah ditangkap. Masyarakat protes. Sum Kuning dibebaskan lagi. Tapi ia tetap tersangka. Memberi keterangan palsu sebagai tuduhannya.
Hasil visum tak lagi penting. Sum Kuning telah mengganggu ketentraman pejabat negeri. Kepada wartawan ia mengaku. Akan disetrum jika tidak menurut. Ia dianiaya dan tidak diberikan obat.
Sum Kuning bahkan ditelanjangi. Alasannya untuk mencari tato palu arit. Ia dituduh sebagai anggota Gerwani. Suatu gelar yang mensahihkan kenistaannya. Pantas diperkosa, mungkin itu yang ingin dijadikan alibi.
Sum Kuning terus diadili. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tertutup oleh wartawan. Entah apa yang terjadi.
Belakangan muncullah penjual bakso bernama Trimo. Seorang rakyat kecil jelata. Ia bertindak sebagai pacar Sum Kuning. Sekaligus pelaku pemerkosa. Ia juga telah dianiaya. Dipaksa mengaku telah memperkosa. Trimo jelas menolak mentah-mentah. Ia bahkan tak kenal Sum Kuning.
Jaksa menuntut Sum Kuning tiga bulan penjara plus satu tahun percobaan. Untungnya majelis hakim menolaknya. Hakim ketua menyatakan Sum Kuning tak terbukti memberi keterangan palsu. Karenanya, Sum Kuning harus dibebaskan. Satu nurani yang masih tersisa.
Tindakan tegas diambil. Pada Januari 1971 "Tim Pemeriksa Sum Kuning" dibentuk. Ketuanya adalah Kadapol IX/Jateng, Suwardjiono.
"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut pada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak." Tegas Hoegeng.
Kasus menjadi besar. Perhatian Kapolri tidak main-main. Politik negara menjadi tidak stabil. Tersebab para petinggi negara merasa tidak tenang. Tarik ulur terjadi. Bantahan pun dilayangkan lewat media massa.
**
Belakangan Soeharto malah turun tangan sendiri. Ia mengalihkan penyelidikan dari tangan Hoegeng. Tim Pemeriksa Pusat Kopkamtib yang menangani. Tim ini menangani kasus politik luar biasa. Kasus Sum Kuning disetarakan dengan masalah keamanan yang bisa membahayakan negara.
Hasilnya adalah sepuluh orang. Semuanya bukan anak orang gedongan. Mereka membantah keras. Bersumpah mati jika betul memerkosa.
Hoegeng sadar, kekuatan terlalu besar untuk dilawan. Ia dipensiunkan sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971.
Ia menyayangkan campur tangan pihak lain terhadap wewenang Polri.
"Harapan saya agar urusan Polri tidak dicampurtangani pihak lain, menjadi memprihatinkan." Ungkap Hoegeng.
**
Saking viralnya kejadian tersebut, 10 tahun kemudian dibuatlah sebuah film yang merupakan rekonstruksi nyata dari kejadian Sum Kuning. Film yang diproduksi pada 1980 tersebut diberi judul "Perawan Desa" dan disutradarai oleh Frank Rorimpandey. Dilarang beredar di Yogyakarta.
Yati Surachman membintangi Sum Kuning mampu menggugah emosi penonton. Dialog yang bernas dan hidup mampu menggiring cerita menjadi sebuah alur film yang menegangkan.
Film ini berhasil meraih Piala Citra sebagai Film Indonesia Terbaik. Tiga penghargaan lainnya juga diperoleh. Sutradara terbaik, editing terbaik, dan skenario terbaik.
Kendati demikian, pemerkosa Sum Kuning belum terungkap hingga kini.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H