"Kalau ada apa-apa, Ditje selalu cerita ke saya." Ujar Pak De.
Ditje menganggap Pak De sebagai guru spiritualnya. Mereka pertama kali bertemu tahun 1981. Saat itu Ditje meminta penglaris buat salonnya. Jimat dipasang di depan pintu. Alhasil usaha ramai dikunjungi orang.
**
Tapi, polisi berdalih memiliki bukti kuat. Lelaki asal Madura itu tak bisa berkelit. Kedekatan dirinya dengan Ditje menjadi satu-satunya alasan kesalahan. Bahkan vonis seumur hidup dianggap tidak sesuai. Hukuman pembunuhan berencana seharusnya maksimal 20 tahun.
Konon Pak De sempat ditawari grasi. Juga kehidupan mewah setelah keluar tahanan. Tapi, pria bekas tentara ini kekeuh. Grasi berarti mengakui kesalahan. Ia bersikeras tidak pernah membunuh Ditje.
Dalam pengadilan Pak De bersaksi. Ia menyebutkan kematian Ditje ada hubungannya dengan orang kuat di negeri ini. Tuduhannya tidak tanggung-tanggung. Mengarah ke keluarga Cendana.
Ditje adalah perempuan bersuami. Hidupnya serba kecukupan. Mobil punya dua. Rumah mentereng bak Istana. Hanya soal kepuasan seks saja. Suaminya lumpuh sudah lama.
"Tapi saya bilang ke dia, semua itu dosa." Ujar Pak De
Pacar tetap Ditje adalah seorang marsekal bekas KSAU.
"Tapi dari cerita Ditje, ia juga suka main dengan dua anggota keluarga Cendana. Satunya putra mahkota, satunya lagi adik ratu." Lanjut Pak De.
Desas-desus menyebutkan, kendati sudah menjadi pacar sang marsekal. Ditje sering "dipersembahkan" kepada kedua petinggi itu. Untuk memuluskan proporsal proyeknya.