Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Misteri Pembunuhan Ditje

3 Maret 2021   05:55 Diperbarui: 3 Maret 2021   06:04 13456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misteri Pembunuhan Ditje, Jejak Kekejaman Keluarga Cendana (sumber: https://www.boombastis.com/)

Ia divonis atas hal yang tak pernah dilakukan. Saksi meringankan tak pernah digubris. Upaya bandingnya ambyar. Kasasinya ditolak.

Tapi, ia terus bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah. Bahkan setelah dibebaskan pada saat presiden BJ. Habibie berkuasa.

Namanya Muhammad Siradjuddin. Ia bukanlah koruptor yang tertangkap OTT. Profesinya adalah dukun. Konon bisa melipatgandakan uang.

Cukup menjadi alibi kuat. Atas vonis seumur hidup yang diterimanya. Semuanya terjadi di era orde baru. Dimana "perintah" adalah hukum.

**

8 September 1986. Sebuah mobil sedan putih berhenti di tepi jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan. Plat nomornya B-1911. Di dalamnya terbujur kaku mayat seorang wanita. Lima luka tembakan di sekujur tubuhnya.

Wanita itu adalah Ditje Budiarsih. Seorang model kondang. Asal kota kembang.

Surat Kabar Ibu Kota dan daerah ramai mewartakannya. Disebut sebagai pembunuhan terheboh tahun 80an. Tidak perlu waktu lama bagi polisi menentukan pesakitan. Muhammad Siradjuddin alias Pak De dituduh sebagai pelaku.

BAP menyebutkan Ditje menitip uang sebesar sepuluh juta. Konon bisa disulap menjadi ratusan juta. Namun, uang sudah terlanjur ludes. Akhirnya Pak De nekat membunuh Ditje.

Pak De jelas membantah. Di Pengadilan Negeri Jakarta ia mengaku. BAP ditandatangani karena tak tahan siksaan. Termasuk anaknya sudah patah rahang.

Pak De beralibi. Saat pembunuhan terjadi ia sedang berada di Susukan. Perjalanan ke Jalan Dupa tidak mungkin ditempuh satu jam. Ia juga mengatakan Ditje laksana anak baginya. Tak mungkin dirinya sekejam dikira.

"Kalau ada apa-apa, Ditje selalu cerita ke saya." Ujar Pak De.

Ditje menganggap Pak De sebagai guru spiritualnya. Mereka pertama kali bertemu tahun 1981. Saat itu Ditje meminta penglaris buat salonnya. Jimat dipasang di depan pintu. Alhasil usaha ramai dikunjungi orang.

**

Tapi, polisi berdalih memiliki bukti kuat. Lelaki asal Madura itu tak bisa berkelit. Kedekatan dirinya dengan Ditje menjadi satu-satunya alasan kesalahan. Bahkan vonis seumur hidup dianggap tidak sesuai. Hukuman pembunuhan berencana seharusnya maksimal 20 tahun.

Konon Pak De sempat ditawari grasi. Juga kehidupan mewah setelah keluar tahanan. Tapi, pria bekas tentara ini kekeuh. Grasi berarti mengakui kesalahan. Ia bersikeras tidak pernah membunuh Ditje.

Dalam pengadilan Pak De bersaksi. Ia menyebutkan kematian Ditje ada hubungannya dengan orang kuat di negeri ini. Tuduhannya tidak tanggung-tanggung. Mengarah ke keluarga Cendana.

Ditje adalah perempuan bersuami. Hidupnya serba kecukupan. Mobil punya dua. Rumah mentereng bak Istana. Hanya soal kepuasan seks saja. Suaminya lumpuh sudah lama.

"Tapi saya bilang ke dia, semua itu dosa." Ujar Pak De

Pacar tetap Ditje adalah seorang marsekal bekas KSAU.

"Tapi dari cerita Ditje, ia juga suka main dengan dua anggota keluarga Cendana. Satunya putra mahkota, satunya lagi adik ratu." Lanjut Pak De.

Desas-desus menyebutkan, kendati sudah menjadi pacar sang marsekal. Ditje sering "dipersembahkan" kepada kedua petinggi itu. Untuk memuluskan proporsal proyeknya.

Konon setelah perselingkuhan itu "bocor," istri sang pengusaha tidak bisa terima. Suatu malam di jalan keluar kompleks. Ditje ditembak di bagian kepala.

Ditje dihabisi dengan keji. Meski dirinya sedang hamil dua bulan.  

**

Hidup Pak De memang tidak selalu lurus. Di tahun 1965 ia pernah masuk penjara. Tersebab mencuri baju di sebuah konveksi.

Ia juga pernah menganggur beberapa tahun. Setelah akhirnya pindah ke Jakarta. Ia menemukan jimatnya dengan berjualan barang-barang klenik. Di sanalah ia mengenal Ditje dan pacarnya.

Setelah 14 tahun dipenjara, Presiden BJ. Habibie memberinya grasi. Akhir Desember 2000, Pak De meninggalkan Cipinang dengan bebas bersyarat.

"Saya tidak membunuh Ditje." Pak De mengatakan kepada setiap orang.

Ia merasa menjadi kambing hitam. Atas dosa yang tidak ia lakukan. Atas nama perintah, semua harus dikerjakan. Begitulah yang selalu ada di benaknya.

"Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya." Ujar Pak De.

Di penghujung senja seharusnya ia tinggal menikmati sisa usianya. Namun, cap sebagai bekas pembunuh masih melekat pada dirinya. Ia tidak merasa nyaman. Terutama jika diwariskan kepada anak cucunya.

Upaya hukum terakhir pun ditempuhnya. Meski dengan resiko pemulihan nama baik sudah tamat. Jika Peninjauan Kembali (PK) Pak De ditolak. Tapi, semua terasa pantas. Terlebih setelah Soeharto tak lagi menjabat.

Pengacara Pak De, Luhut Pangaribuan yakin kliennya tak bersalah.

"Sikap dia di usia senja yan masih mengajukan PK saja sebenarnya sudah menunjukkan bahwa dirinya tak melakukan pembunuhan." Kata Luhut.

Ia pun menambahkan PK adalah satu hal. Tapi, seharusnya majelis hakim bisa melihat dengan hati Nurani. Itulah yang terpenting. Pak De adalah orang kecil. Ia berhak menikmati kebebasan hidup.

Takada berita lagi mengenai kelanjutan PK ini. Satu hal yang pasti, sejarah akan terus bergulir. Tentang kekuasaan yang tak kenal batas.

Suatu hal yang sudah tersurat. Rakyat kecil harus tunduk pada penguasa. Demikianlah yang dulu tersirat.  

Bersyukurlah negara ini sudah lebih beradab. Kekuasaan tak lagi searogan dulu. Di mana lubang sedikit, akan dibuang ke parit.

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun