Akhirnya, mobil termurah bermerek Toyota Kijang pun disepakati. Harganya 30 juta rupiah. Syaratnya hanya tiga; diberikan potongan diskon, dicicil, dan jangan ditagih.
Sang Dirut yang mengenal Lopa pun langsung menyetujuinya. Diskon yang diberikan tidak main-main. 25 juta dari harga 30 juta. Lopa spontan menolak tawaran itu.
"Jangan begitu, kamu harus menjual ke saya dengan harga wajar." Pungkas Lopa.
"Lho, saya kan pemilik mobil. Jadi terserah saya mau jual mobil di harga berapa."Â Balas sang Dirut.
Lopa tetap bersikeras. Baginya itu bukan harga yang wajar. Akhirnya harga disepakati sebesar 25 juta, beserta seluruh persyaratan lainnya.
Sejak saat itu, Lopa selalu hadir sendiri membawa uang tunai untuk mencicil mobilnya. Ia selalu menyetor sebelum tanggal jatuh tempo. Selama 3 tahun 4 bulan, sang Dirut terus berhadapan dengan Lopa untuk menerima cicilan mobilnya. Suatu hal yang membuat dirinya kikuk. Bagaimana mungkin ada pejabat publik yang sesederhana ini.
Sang Dirut tiada lain adalah Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI.
Menolak Bensin Gratis
Kisah yang lain berada pada saat dirinya menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Dalam sebuah kunjungan kerja, Lopa heran melihat bensinnya terisi penuh. Ia mengingat persis bagaimana bensinnya sudah hampir habis.
Sang ajudan yang mendampingi Lopa dalam mobil dinasnya mengatakan, bensin diisi oleh pejabat setempat. Mendengarkannya, Lopa meminta ajudannya kembali bertemu dengan pejabat tersebut. Ia segera menyuruh pegawai pemerintah untuk menyedot kembali bensin yang sudah diberikan.
"Saya punya uang untuk beli bensin, dan itu harus saya pakai." Tegas Lopa.
Menumpang Pete-pete
Ada pula kisah di tahun 1983. Saat itu, Lopa masih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Ia diundang menjadi saksi pernikahan oleh salah satu kerabatnya.