Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Okkots" atau "Balogat," Sama Aja

25 Februari 2021   20:23 Diperbarui: 25 Februari 2021   21:06 3352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya, saya merasa "sombong." Khususnya terhadap teman-temanku yang okkots nya minta ampun. Saya menganggap bahwa kemampuan adaptasi linguistik-ku lebih mumpuni. Tapi ternyata saya salah...

Banyak yang mengakui, mengubah aksen sangat tidak mudah dan melelahkan. Namun, kenyataannya mengubah logat tidak memerlukan latihan atau keahlian khusus. Ia terjadi secara wajar dengan sendirinya.

Seperti yang dikutip dari sumber (kompas.com). Konon dulu banyak anggota tim bulutangkis Indonesia yang berbicara dengan logat jawa, meskipun ia bukan berasal dari daerah tersebut. Penyebabnya tak lain, karena anggota tim yang tinggal di Pelatnas bulutangkis banyak yang berasal dari Jawa.

Bukan hanya logat, gerakan tubuh dan kelakuan pun bisa berubah mengikuti pola penduduk lokal. Diane Mapes, seorang peneliti dari MSNBC melaporkan bahwa para ahli bahasa megatakan nada bicara kita seringkali berubah pada setiap interaksi dengan orang yang berbeda-beda.

Rosario Signorello seorang pakar linguistik Itali bahkan mengatakan hal yang lebih ekstrim lagi, "logat tak ubahnya fashion: tergantung pada konteks sosialnya, sejumlah penutur akan menyesuaikan cara berbicara mereka."

**

Lantas perlukah kita mengubah logat kita?

Pertanyaan yang sulit dijawab, karena ini adalah masalah pilihan. Saya sendiri suka mengubah logat karena ingin menjadi lebih akrab dengan orang sekitar. Berbicara di grup KPB (Komunitas Kompasianer Penulis Berbalas) saja, saya kadang menyelipkan kata-kata dalam logat Jawa.

Sebenarnya sih bukan apa-apa, tapi senang saja bercengkrama dengan para gadis ayu Pulau Jawa dalam grup. Seperti Mba Nazar, Mbar Ari, Mba Muthia, dan Mba Anis. (bagian ini hanyalah iklan, jangan terlalu senang dulu).

Tujuannya jelas, membaur bersama mereka yang senang berbaur. Lagipula berbicara dengan gaya bahasa orang lain juga bisa dibilang sebagai tumbuhnya sikap empati.

Namun, jika saya berada di Makassar, jangan harap okkotsku hilang. Ia akan selalu bersemi terhelai anging mamiri. Pun halnya dengan kawan-kawan dari pulau Jawa, okkots tak terasa janggal berpadu dengan lidah medhok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun