**
Semuanya berawal dari banyaknya keluhan tentang kebosanan menulis di Kompasiana. Berbagai alasan diutarakan karena kurangnya penghargaan atas karya literasi.
Para ahli pun mengutarakan idenya. Mulai dari menulis saja tanpa mengharapkan apa-apa, hingga manfaat menulis yang lebih banyak dari sekedar label.
Menulis memang mengasyikkan, proses bisa dinikmati, dan hasil akan teraktualisasi. Namun, sayangnya banyak yang salah paham. Menulis dianggap sebagai biang keladi terkurasnya pikiran dan terbuangnya waktu.
Coba kalau seks, proses enak dilakoni dan hasil akan teramini. Tidak ada yang berani mengatakan "buang-buang waktu dan tenaga saja."
Jadi buat kalian yang sedang tidak semangat menulis, janganlah meringis. Marilah kita berimajinasi bahwa membuat karya literasi sama dengan proses bercinta yang selalu bikin candu. Â
Jadikanlah menulis sebagai proses bercinta, dan capailah orgasme literasimu.
Mulai dari Renjanamu
Setiap orang tentu memiliki pria atau wanita idaman. Wajah boleh cantik bak dewi, pinggul boleh bahenol bak biola, dada boleh selebar lapangan sepak bola, tapi seks yang terindah adalah dengan pasangan hati.
Setiap orang memiliki renjananya sendiri, ada yang suka bercumbu dengan puisi, ada juga yang suka menggauli pemain sepak bola, ada yang suka bersenggama dengan opini politikus.
Apa pun itu, jika itu bukan "passionmu," maka Anda belum menemukan pasangan sejati. Sangat penting untuk menentukan pasangan seks yang seperti apa yang kamu inginkan. Dengannya, kamu bisa melakukan apa saja dan di mana saja.