Sebenarnya, kuliner ini adalah khas kabupaten Pangkep yang terletak sekitar 60 km di sebelah utara kota Makassar. Di tempat asalnya, kita akan sering menjumpai warung-warung yang menyediakan sop di pinggir jalan. Biasanya disajikan bersamaan dengan ikan bolu atau ikan bandeng bakar.
Asal usul dan sejarah Sop Saudara tidak bisa terlepas dari kisah perjalanan hidup Bapak Haji Abdullah alias Haji Dollahi. Beliaulah yang pertama kali menemukan dan meracik resep Sop Saudara ini.
H. Dollahi memulai karirnya sebagai pelayan warung. Pada tahun 1957, seorang warga Pangkep bernama H. Subair, membuka warung Sop Daging di bilangan Pasar Bambu Makassar, sekitar jalan Irian/ jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Pengalamannya 3 tahun sebagai pelayan membuat ia banyak mempelajari resep sop daging buatan Haji Subair. Hingga akhirnya pada tahun 1960, ketika Pasar Senggol yang berlokasi di sekitar lapangan Karebosi dibuka, H. Dollahi memutuskan untuk mendirikan usaha warungnya sendiri.
Ia dibantu oleh 14 orang karyawan yang berasal dari keluarga sendiri. Agar lebih istimewa dari sop daging racikan seniornya, H. Dollahi menambahkan beberapa jenis bumbu baru pada sup kreasinya.
Bukan hanya membuat terobosan rasa, H. Dollahi juga memberikan nama yang tidak biasa pada masakan ciptaannya.
SOP SAUDARA, yang berarti "Saya Orang Pangkep, Saudara!"
Sama sekali tidak bermaksud mempromosikan kekerasan.
Mengapa hingga nama unik ini terjadi? Alasan H. Dollahi ternyata sangat sederhana. Ia terinspirasi dengan nama warung Coto Paraikatte yang juga terkenal saat itu.
Dalam bahasa Makassar, Paraikatte berarti sesama kita. Selain menjadi nama merek, kata Paraikatte juga berbentuk semacam ajakan untuk menikmati menu rumahan sebagai sesama orang Makassar.
Tidak mau kalah dengan Paraikatte, H. Dollahi juga berinspirasi agar para tamu yang datang ke warungnya juga merasa "bersaudara." Visi yang hendak disampaikan olehnya adalah semangat persaudaraan dan nilai kekeluargaan.