Lidah menggeliat menahan rasa tak tertahankan. Ingin segera rasanya menyantap daging sapi segar yang berwarna kecoklatan. Tapi tunggu dulu...
Jangan lupa menambah sedikit garam, jeruk nipis, kecap manis, bawang goreng, dan sambal tumis.  Maknyussss, enak kaleee!!!
Kalau saya sih, suka menambahkan kondimen pelengkap. Entahlah kalau Daeng Khrisna suka juga dengan telur itik rebus ini.
Ayo, segera dilumat, Sop Saudara lezat akan terasa enak jika dihidangkan panas. Sendok demi sendok kuah hangat masuk ke dalam tenggorokan. Melupakan duka dan susah akibat flu berat. "Nyamanngnaaa..," begitu ekspresi orang Makassar.
Daging dan jeroan sapi yang empuk turut meramaikan pertarungan lidah mengikis rasa lapar yang bergejolak. Ada daging, lidah, paru, hati, jantung dan tidak lupa bagian favoritku, pipi sapi.  Rasanya, k*bul*mpe legit!
Takusah engkau sangkali nikmatnya. Campuran bawang putih, bawang merah, buah kemiri, buah kunyit, ketumbar, jahe, hingga kayu manis membuat Sop Saudara ini tiada pesaingnya.
Wangi terasa mampu membuat diri lupa daratan. Nasi putih yang hangat tercampur kuah sop yang gurih, membuat diri semakin lahap menyantap.
Kuah harum tak lagi tersisa, daging lembut habis diembat, perkedel kentang legit lenyap sudah. Aku menyelesaikan jilatan terakhir dengan beberapa helai bihun yang sudah tercampur dengan rasa daging sapi yang gurih. "Assauna' Dottoro..."
"Saudara saja dijadikan Sop."
Mungkin ini yang sedang dipikirkan oleh saudaraku, Daeng Khrisna yang merasa dirinya baru saja "disop". Aku bisa membayangkan betapa tulisan ini membuatnya jadi gila. Ah, sudahlah, abaikan saja.
Mari kita kembali kepada pokok bahasan. Mengapa hidangan ini dinamakan Sop Saudara?