Dengan demikian, apakah sate pantas disebut sebagai kuliner asli Indonesia?
Seorang penulis kuliner Jennifer Brennan tahun 1988 pernah menulis; "Meskipun Thailand dan Malaysia menganggap hidangan ini adalah milik mereka, tanah air sate yang sesungguhnya di Asia Tenggara adalah Jawa, Indonesia. Di sini sate dikembangkan dari adaptasi kebab India yang dibawa oleh pedagang muslim ke Jawa. Bahkan India tak dapat mengakui sebagai asal mulanya karena hidangan ini merupakan pengaruh Timur Tengah."
Dengan demikian, sate sebenarnya sudah memiliki sejarah panjang di Nusantara, khususnya di pulau Jawa, hingga pantas disebut sebagai masakan asli Indonesia. Bagaimana kisahnya?
Tak disangka, masakannya ini sangat disukai, sehingga masakan tersebut dinamakan daging Satah, yang berasal dari nama sang Sunan. Lama kelamaan, karena lidah yang tak bertulang, pelafalan Satah pun berubah menjadi Sate.
Sayangnya tidak banyak literatur yang membahas hal ini.
Sebelumnya, orang Jawa hanya tahu merebus daging sebagai menu makanannya. Teknik yang diperkenalkan oleh para pendatang ini kemudian mengubah cara penyajian daging bagi masyarakat Jawa.
Konon kata sate sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu Catai atau artinya daging.
Ada pula versi ketiga mengenai asal-usul nama sate. Konon kata sate ini merupakkan asimilasi dari bahasa China, yaitu Sa-Tay-Bak yang berarti tiga potong daging.
Namun, teori ini mendapat banyak pertentangan disebabkan karena awal sejarah sate Nusantara memiliki 4 jumlah potongan daging padanya. Sementara angka 4 sendiri sangat dihindari oleh masyarakat China, akibat pelafalannya She atau Shi yang mirip dengan kata "mati," dalam bahasa Mandarin.