Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sate Bukan Hal Sepele, Masih Banyak yang Bertele-tele

20 Januari 2021   09:59 Diperbarui: 24 Januari 2021   06:09 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sate. (Tribun Jateng/ Maulana Ramadhan)

Sewaktu masih menjadi mahasiswa di Washington State University, Pullman, Amerika Serikat, penulis pernah mengikuti acara kuliner internasional yang diadakan oleh Student Board atau semacam Senat Mahasiswa.

Senangnya bukan kepalang, karena pada zaman itu, masakan internasional selalu berhubungan dengan makanan Asia, khususnya yang paling terkenal adalah China, India, dan Thailand.

Bagaimana tidak? Lidah yang sudah terbiasa dengan selera nusantara ini sudah lama tak tersentuh. Kalau pun tidak ada makanan Indonesia, minimal masakan Asia sudah cukup menghibur.

Sesampainya di lokasi, penulis terhenti pada sebuah aroma yang terasa familiar. Sate! Begitu yang langsung muncul di benak, saat mencium aroma segar daging ayam dengan asap yang mengepul tipis.

Namun, penulis terkecoh. Penjualnya adalah seorang mahasiswa dari India. Dengan gaya ala Amitabh Bachchan (waktu itu Sharukhan belum terkenal), ia pun menawarkan dagangannya kepada penulis.

Sate! Begitu penulis melihat dagangannya yang terletak di atas piring gabus.

"Kebab, kebab, this is chicken kebab." Ujar si Amitabh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sate! Rasa rindu terhadap tanah air membuat penulis harus berhalunisasi bahwa yang ditawarkan adalah sate. Soalnya, apa pun namanya model yang disuguhkan adalah sate asli. Benar, sate!

Ilsutrasi Kebab India (sumber: myheartbeets.com)
Ilsutrasi Kebab India (sumber: myheartbeets.com)
Sekian puluh tahun berlalu, sate adalah sate. Ia tak tampak lagi dengan si Amitabh yang entah sekarang ada di mana. Akan tetapi, sate tetap sate.

Sate dikenal sebagai kuliner dari Indonesia ini, tetapi sebenarnya ia punya banyak saudara di mana-mana. Di India ada kebab, di Jepang ada Yakitori, di China ada Chuanr, di Perancis ada Brochete. Bahkan di setiap negara pasti punya makanan yang menyerupainya.

Bisa dimaklumi. Sate adalah daging bakar yang ditusuk. Sejak manusia mengenal makanan yang dimasak, sate pasti menjadi menu terawal.

Ilustrasi Brochete (sumber: comida.uncomo.com)
Ilustrasi Brochete (sumber: comida.uncomo.com)
Walaupun demikian, sate tetap dikenal sebagai masakan Indonesia. Presiden Amerika Serikat ke-44, Barrack Obama, selalu menyertakan sate, selain bakso, dan nasi goreng sebagai bagian dari memori masa kecilnya sewaktu hidup di Indonesia.

Dengan demikian, apakah sate pantas disebut sebagai kuliner asli Indonesia?

Seorang penulis kuliner Jennifer Brennan tahun 1988 pernah menulis; "Meskipun Thailand dan Malaysia menganggap hidangan ini adalah milik mereka, tanah air sate yang sesungguhnya di Asia Tenggara adalah Jawa, Indonesia. Di sini sate dikembangkan dari adaptasi kebab India yang dibawa oleh pedagang muslim ke Jawa. Bahkan India tak dapat mengakui sebagai asal mulanya karena hidangan ini merupakan pengaruh Timur Tengah."

Dengan demikian, sate sebenarnya sudah memiliki sejarah panjang di Nusantara, khususnya di pulau Jawa, hingga pantas disebut sebagai masakan asli Indonesia. Bagaimana kisahnya?

ilustrasi sate madura (sumber: trivia.id)
ilustrasi sate madura (sumber: trivia.id)
Katanya sih, yang pertama kali menyulap kebab India menjadi sate Indonesia adalah Sunan Gresik bernama Satah. Ia melakukannya dengan sederhana. Daging dipotongnya kecil-kecil. Agar mudah dibakar, ia pun menusukkannya dengan batang bambu tipis.

Tak disangka, masakannya ini sangat disukai, sehingga masakan tersebut dinamakan daging Satah, yang berasal dari nama sang Sunan. Lama kelamaan, karena lidah yang tak bertulang, pelafalan Satah pun berubah menjadi Sate.

Sayangnya tidak banyak literatur yang membahas hal ini.

Ilustrasi sate (sumber: kompas.com)
Ilustrasi sate (sumber: kompas.com)
Versi kedua mengenai sate-menyate ini memiliki literasi yang cukup sahih. Adalah pada abad ke-19, saat sate di pulau Jawa mulai terkenal. Popularitas ini seiring dengan pengaruh masuknya kebab, olahan daging kambing dibakar yang dibawa oleh Muslim Tamil ke Indonesia.

Sebelumnya, orang Jawa hanya tahu merebus daging sebagai menu makanannya. Teknik yang diperkenalkan oleh para pendatang ini kemudian mengubah cara penyajian daging bagi masyarakat Jawa.

Konon kata sate sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu Catai atau artinya daging.

Ada pula versi ketiga mengenai asal-usul nama sate. Konon kata sate ini merupakkan asimilasi dari bahasa China, yaitu Sa-Tay-Bak yang berarti tiga potong daging.

Namun, teori ini mendapat banyak pertentangan disebabkan karena awal sejarah sate Nusantara memiliki 4 jumlah potongan daging padanya. Sementara angka 4 sendiri sangat dihindari oleh masyarakat China, akibat pelafalannya She atau Shi yang mirip dengan kata "mati," dalam bahasa Mandarin.

Foto Chuanr alias sate china (sumber: culturetrip.com)
Foto Chuanr alias sate china (sumber: culturetrip.com)
Dari pulau Jawa, kabar baik menyebar. Sate pun berekspansi ke seluruh pelosok Nusantara dengan caranya sendiri-sendiri. Tak heran jika sate ini mengalami asimiliasi kecil-kecilan saat berada di luar daerah asal-usulnya.

Ada sate Madura, Sate lembut dari Betawi, sate pusut dari Lombok, sate Padang, dan lain sebagainya. Menurut peta kuliner Nusantara yang dibuat oleh Bandung Fe Institute, sekurangnya ada 60 jenis sate beragam dari seluruh daerah di Nusantara.

Bukan hanya Indonesia, sate juga menyebar hingga ke negeri seberang. Nyatanya sate dengan mudah ditemukan di Malaysia, Singapura, hingga ke Thailand. Semuanya dibawa oleh para perantau dari Jawa dan Madura.

Konon di akhir abad ke-19, sate bertransformasi lagi menjadi Sosatie dengan gaya khasnya sendiri di Afrika Selatan.

Gambar Sosatie (sumber: tasteatlas.com)
Gambar Sosatie (sumber: tasteatlas.com)
Hingga kini sate masih menjadi urutan teratas kuliner Indonesia. Digemari oleh siapa saja, mulai dari rakyat jelata hingga ke kepala negara. Cara menikmatinya pun praktis. Bisa dimakan dengan nasi atau lontong di atas piring, bisa juga langsung diembat di tempat.

Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan oleh Cindy Adams dalam buku yang ditulisnya; Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Alkisah setelah dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia, dalam perjalanan kembali ke rumahnya, Bung Karno singgah ke tukang sate di sebuah pinggir jalan.

Bung Karno yang kelaparan langsung menghampiri sang tukang sate dan memesan, "sate ayam lima puluh tusuk."

Konon pesanannya ini merupakan perintah pertama Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Dengan demikian, janganlah menertawakan diri penulis yang berhalunisasi kebab sebagai sate. Tiada lain tiada bukan, karena saya memang Cinta Indonesia.

Referensi: 1 2

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun