Meskipun sebagai seorang Kompasianer yang juga Numerolog, saya tidak pernah menghubungkan angka dengan jumlah tulisan. Namun, kali ini saya memutuskan tampil beda. Sebabnya ada sebuah tulisan yang telah dibuat oleh Kompasianer I Ketut Suweca, yang bisa diklik di sini.
Gegara artikel Bli Ketut ini, saya pun memutuskan untuk menuangkan tulisan ke-500 di Kompasiana. Tidak ada hubungan dengan Numerologi. Murni hanya sebuah keinginan berbagi. Siapa tahu saja bisa bermanfaat bagi pembaca.
**
Tepat 411 hari saya bergabung di Kompasiana dengan status "bukan penulis andal." Tidak pernah mengenyam pendidikan resmi tentang kepenulisan dan tidak pernah meraih prestasi di dunia literasi.
Menulis di Kompasiana dimotivasi oleh hobi yang baru kutekuni dalam satu dasawarsa terakhir. Menjadi Numerolog Jelas adalah sebuah tantangan. Menumpahkan isi otak yang jelimet ke dalam tulisan yang tidak bikin mumet, jelas bulet.
Menurut hematku, dengan meninggalkan jejak literasi, maka seharusnya ide yang tertuang tidak akan hilang terlekang. Syukur alhamdulilah, ternyata tulisan yang kubuat mampu menarik perhatian banyak pembaca.
Jujur awalnya tidak mudah. Bagaimana mungkin angka jelimet bisa menjadi sebuah informasi yang ramai disukai? Tulisan-tulisan pertamaku di Kompasiana ini, mengganjarku dengan tiga label prestisius. Dukun, Paranormal, dan Musyrik.
Artikel semacam ini (mungkin) hanya diminati oleh beberapa orang yang gemar membaca sambil ngupil saja. Jangan harap pembaca kritis seperti Kamu, Kamu, dan Kamu akan tertarik. Menciptakan artikel yang bermutu diminati banyak orang bukanlah perkara remeh.
Layaknya orang yang frustasi, aku mulai berpikir. Dunia gaib mungkin bisa jadi solusi agar tulisan ramai dibaca orang. Dari sinilah asal-usul "jimat keberuntungan" mulai berpetualang di Kompasiana.
**
Aku cukup sering menitipkan jimat pada kolom komentar laman para sahabat Kompasianer. Jimat itu adalah pesan untuk mengubah tulisan tersebut menjadi Artikel Utama. Hasilnya, kejadian beneran!
Mau tahu sebabnya? Teori probabilitas, ngekiralitas, dan sokyakinitas.
Dengan demikian, sesungguhnya jimat adalah proses belajar dirimu selama berada di blog bersama ini.
Sebenarnya sih mudah saja, sebagai pembaca yang belum terlalu rakus alias belum sampai ke level master kayak Guru Daeng Khrisna Pabichara, tentunya kita bisa mengira-ngira artikel mana yang menarik perhatian pembaca dan mimin angker tentunya.
Dengan demikian, sebagai mahluk Tuhan yang paling seksi mulia, kita pasti bisa belajar sesuatu dari nafsu manusia. Tidak jauh-jauh dari apa yang kamu nafsukan. Intinya sesuatu yang terlihat seksi bagi dirimu, pasti akan terasa seksi juga bagi orang lain. Jika tidak, maka ada yang salah pada kepalamu.
Belajarlah tulisan para sahabat dengan mengambil 3 makna penting padanya, yakni bahasa, kreatifitas, dan ide.
Langkah selanjutnya adalah tinggal bagaimana menerjemahkan artikel-artikel tersebut ke dalam bentuk gaya tulisan kita sendiri.
Namun, sebelum saya mulai membahas lebih lanjut, ada prinsip penting yang harus diketahui bersama. Tulisan kita adalah barang dagangan. Akun kita adalah lapak jualan, dan karakter kita adalah tenaga penjual.
Semuanya dimulai dari diri sendiri untuk mempromosikan lapak, sekaligus apa yang akan kita jual pada hari ini
Pertama, Bersihkan dirimu
Jangan lupa mandi dan sisir rambut. Pembeli tidak suka tampilan yang awut-awutan. Pajang foto terganteng/tercantikmu pada profil fotomu. Kalau perlu sikat gigi dulu sebelum diunduh.
Ingat bahwa layar pada gawai hanya sebesar daun kelor. Jangan pernah sesekali memajang foto beramai-ramai, apalagi yang dikutip dari atas puncak gunung kerinci.
Memajang foto pemandangan, laut, atau hewan kesayangan, sah-sah saja. Namun ada baiknya jangan terlalu yakin bisa menarik perhatian, kecuali jika dirimu sudah setenar Engkong Felix Tani. Jangankan foto tani bercaping, foto Jungkook BTS pun akan dikira sungguhan.
Kedua, Perbaiki Nama Lapakmu
Yang paling umum tentunya adalah nama lengkap dan asli. Akan tetapi, nama adalah keuntungan kompetitif (competitive advantage). Ada nama yang terlalu umum, macam "Rudy Gunawan." Itu tak bagus. Ada nama yang terlalu panjang seperti "Abdullah panjang bin Ahmad lebar von lapangan sepakbola," dan ada juga nama yang susah dibaca kayak "namainisusahdibaca."Â
Jika anda pede menggunakan nama tersebut, silahkan saja. Namun ingat anda akan bersaing dengan yang lebih mudah diingat, seperti Ayah Tuah, Mas Sam, Mbah Ukik, Om Gege, B, Sirpa, Tante Virus hingga Ozy V Alandika (yang terakhir rada maksa).
Ketiga, Rajin Blogwalking
Tiada yang bisa mengalahkan durabilitas dan durasitas. Kompasianer legendaris Opa Tjiptadinata dan Oma Roselina sudah membuktikannya. Siapa yang tidak kenal mereka? Jika ingin lapak anda ramai dikunjungi, kunjungilah lapak orang lain.
Anda mungkin bisa mulai dengan langkah sederhana, seperti mengunjungi lapak saya dan memberikan tanda vote dan komentar pada tulisan ini. Kalau tidak mau, ya tidak apa-apa. Tapi, ingat ya, selain jimat aku juga bisa kirim santet! Â
Aksi berikutnya adalah memperbaiki barang dagangan. Ada dua cara yang bisa dilakukan
Pertama, menjual produk yang lagi laku di pasaran.
Istilah ekonominya adalah "bertarung di pasar becek." Para pembaca biasanya suka dengan isu terkini, atau yang berhubungan dengan sesuatu yang dinamis. Coba lihat Elang Salamina dan Fery W. Keduanya sangat jago menjual produk umum dengan kemasan yang berbeda.
Kalau diartikan ke dunia nyata, mereka berdua mampu menjual bakpao dalam kemasan baju berbi. (imajinasi ada pada Anda).
Dari ke-20 Kompasianer terpopuler, minimal ada 8 Kompasianer yang menurut pengamatanku bermain di pasar becek politik ini. Kamu bisa saja mengikutinya, tetapi jangan sampai menjual mi instan yang itu-itu saja. Apalagi memasukkan opini yang umum dan terasa hambar.
Anda bisa memasukkan sesuatu yang berbeda, seperti kuah peristiwa, bumbu spesialisasi, hingga sambal opini. Angkat isu terkini dari perspektif yang berbeda dan jarang dibahas.
Namun ingat, masakan yang lezat memerlukan chef yang andal.
Kamu bisa menambah skillmu melalui banyak-banyak membaca dan mencari referensi tentang keilmuan menulis. Beberapa nama Kompasianer yang bisa saya sarankan adalah 1) Khrisna Pabichara, 2) Ruang Berbagi (Bobby), 3) I Ketut Suweca, dan 4) Himam Miladi. Â Â
Selain itu, aktifkan dirimu dengan menghadiri berbagai jenis acara, seperti blogshop yang diselenggarakan oleh Kompasiana, atau mengikuti kelas menulis sederhana macam "Menulis Bersama Khrisna Pabichara" yang diselenggarakan oleh KPB alias komunitas Kompasianer Penulis Berbalas.
Kedua, Menjual Produk yang Jarang di Pasaran
Sila baca tautan yang pernah saya tulis di sini. Judulnya adalah; "Kubagikan Jimat Sakti bagi Kompasianer Melalui Tulisan ini."
Spesialisasi adalah kunci. Anda bisa saja datang dari berbagai jenis profesi, tetapi ketekunan dalam mencari dan mendalami sebuah topik yang menjadi kedahagaan, akan sangat membantu dirimu untuk dikenang sebagaimana adanya.
Kompasianer Tonny Syariel adalah seorang konsultan perjalanan. Pengetahuannya tentang dunia wisata tak perlu diragukan lagi. Namun hobinya memotret dapat membawa artikelnya pada jejeran "auto AU."
Kompasianer David Abdullah yang menurut asumsiku adalah Kaum Rebahan, mampu membawa sepak bola menjadi sebuah cerita yang tidak umum. Belum lagi teorinya tentang kekinian yang jarang diketahui oleh kaum kolonial, membuat diriku langsung merasa lebih muda 10 tahun setelah membacanya.
Kompasianer Khrisna Pabichara, sang tukang titik koma. Pengetahuan kepenulisannya mencapai tingkat fatwa. Namun keihlasannya berbagi melebihi kekuatan dewa. Akhirnya, apapun yang ditulis selalu ditunggu-tunggu.
Gaya penulisan juga bisa menjadi sebuah kekuatan. Untuk itu, Engkong Felix Tani dengan Kenthirismenya lah yang paling oke. Silahkan berkunjung ke lapaknya sendiri, karena diriku tidak mau kuwalat dengan salah satu guruku ini. Pelan-pelan ya, dia lagi bobok siang.
Masih banyak contoh yang bisa kuberikan, sayangnya tulisan ini bisa kepanjangan.
Oh ya, ngomong-ngomong mengenai waktu. Jam penayangan juga penting lho. Menanyangkan artikel bernas di subuh hari jam 3, hanya akan mengundang tawa Mba Kunti dan tangis Mbah Buto.
Nah, saya menyertakan sebuah tulisan yang sangat bermanfaat terkait hal ini dari Kompasianer Himam Miladi. Sila klik di sini: "Kapan Waktu Terbaik untuk Menayangkan Artikel di Kompasiana?"
Jangan lupa untuk mengemas tulisanmu dengan bungkus yang menawan. Judul itu penting, Sobat! Ada tiga tautan yang bisa saya berikan dari rekan Kompasianer Listhia H. Rahman, Himam Miladi, dan Ruang Berbagi. Sila baca disini;
"Membuat judul yang Menarik Pembaca, Gimana sih?" Listhia H. Rahman
"6 Cara Memberi Judul yang Klik Banget bagi Psikologi Pembaca."Â Himam Miladi
"7 Tips Membuat Judul Cantik dan Menarik." Ruang Berbagi.
Kalau saya sendiri sering membuat judul dengan menggunakan perasaan saja. Kata Guru Khrisna Pabichara adalah "Rasa Baca." Kuncinya harus enak terdengar dan tidak biasa.
Enak terdengar karena menggunakan rima kata, dan tidak biasa karena bersifat nyeleneh namun tetap sopan. Agak susah dijelaskan, karena ia sangat tergantung kepada selera pribadi.
Jika kepribadianmu berkata lain, silahkan ikuti kata hatimu. Pada akhirnya kamu juga akan tahu, judul mana yang paling sesuai dengan karakter tulisanmu.
Frekuensi penulisan juga penting. Rumus matematikanya sederhana saja. Satu artikel dibaca oleh 100 orang, agar bisa dibaca oleh 1500 orang, maka terbitkanlah 15 artikel.
Dengan lebih sering menerbitkan tulisan, maka orang akan semakin mengenal siapa diri Anda. Kalau saya sih sudah punya target one day one article. Jika kamu sibuk, buatlah frekuensi yang berpola. Entah tiga hari sekali, dua hari sekali, atau seminggu sekali.
Percayalah, menulis itu membuat ketagihan. Kalau kamu bisa konsisten, lama kelamaan frekuensi ini akan bertambah dengan sendirinya. Ada lho Kompasianer yang mampu menulis 5 hingga 6 artikel setiap hari.
Jurus terakhir yang paling jitu adalah menyapa para sahabat di Kompasiana. Selain blogwalking, kamu bisa menerbitkan tulisan-tulisan apresiasi, candaan, atau inspiratif tentang Kompasianer yang kamu kagumi.
Jangan khwatir mereka akan tersinggung atau menertawakanmu. Sepanjang masih tetap dalam koridor sopan, sah-sah saja. Tulisannya juga tidak perlu dikhususkan bagi dia, layaknya sebuah surat cinta. Bisa dikutip dalam beberapa kata, kalimat, atau paragraph sesuai dengan maksud dari tulisanmu secara keseluruhan.
Kompasianer mana yang bisa menjadi sasaran? Siapa saja, selama kamu mengaguminya dengan tulus. Yang paling mudah tentunya adalah Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina Tjiptadinata. Toh, mereka juga sedang membuat even dengan judul "150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi." Klik di sini
Yang paling susah menurut saya adalah Engkong Felix Tani. Mau tahu kenapa? Karena ia sedang bobok-bobok siang.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H