Stepha seorang gadis ceriwis asal kota seberang. Bubur merah memang aneh rasanya, manis tercampur dalam gurihnya nasi. Aku yang berasal dari kota Daeng, lebih menyukai coto yang terasa asin.
"Rai... Aku cantik gak?" Lagu Foolish Games, terdengar jelas dari gawainya yang sengaja dibuat keras.
"Emangnya kenapa, emangnya penting..." Jawaban khas seorang yang tak ingin kekuasaanya direbut.Â
Mulut yang cemberut mengundang gundah dari hati yang sudah lama tak berbentuk.
"Aku jatuh cinta padamu, Stepha." Hanya saja kata tersebut tidak bisa lagi engkau dengar dari mulutku yang sudah lama membeku.
"Kamu bodoh..." Mengapa kamu harus jatuh cinta padanya.
Tiga tahun lamanya aku mengenal Stepha dalam sebuah perjalanan kota Makassar menuju ke Jakarta. Memang benar apa kata bunda, orang yang sedang tertidur jangan dikagetkan, bisa kesambit setan!
Aku memang sudah kesambit setan, bahkan jauh sebelum setan manis ini menarik perhatianku. Aku melongo menerima segelas kopi manis dari tangannya yang lentur. Wajahnya tersenyum manis, tulus tanpa balutan bilur.
Pertemuan kedua, ia hadir atas undanganku. Entah mengapa, aku ingin mendalami kehidupan dalam balutan warna biru bajunya. Memiliki seorang pacar yang masih ingusan, tidak menghalangi diriku yang sudah menjalani penderitaan yang tak berkesudahan.Â
Pertemuan ketiga, ia hadir dalam mimpiku. Entah kenapa, ia begitu ingin menyelami kehidupan dalam balutan warna pilu topengku. Berstatus gadis kampungan, bukanlah halangan bagi dirinya yang belum paham arti mencintai.
"Aku mencintai istriku, dan aku sedang jatuh cinta padamu".