Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Kesepian dan Mitha yang Menawan

27 Agustus 2020   05:57 Diperbarui: 27 Agustus 2020   05:54 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: soberistas.wordpress.com)

Mitha datang menghampiriku yang sedang termenung diatas sofa apartemen mewahku di bilangan Casa Blanca.

Kepenatan kerja membuatku merasa nyaman dengan segelas wine yang membasahi bibir yang sudah terlalu lama kering.

Sejak aku menemukannya di kedinginan jalan, Mitha tak pernah sekalipun berpaling dariku. Tubuhnya yang indah untuk sekedar mainan malam, membuatku merasa trenyuh.

Kehidupan metropolitan dengan segala bintangnya telah mengubah hidupku menjadi seorang yang sudah terbiasa dengan kesepian, menikmati senja, berbagi cerita bersama suara berita di televisi.

Namun sejak kehadiran Mitha, wajah penyiar berita cantik idolaku, sudah tidak pernah membuatku tergoda. Aku terlalu sibuk dengan mainan baruku, meskipun hanya sekedar melihatnya terbaring di atas sofa.  

Sebagai seorang entrepreneur sukses, aku tidak akan membiarkan diriku merasa terhina, seluruh persaingan di proyek, hanya berakhir dengan kemenangan demi kemenangan.

Aku tak sudi mengalah, bahkan untuk masalah perasaan. Dalam kamusku, harta, tahta, dan wanita hanyalah alat untuk berbagi mencapai mimpi.

Namun tidak untuk Mitha, meskipun ia sudah terbiasa terbudak oleh kejamnya kehidupan malam. Ia memiliki sepasang mata berbinar, yang mampu menutupi perjalanan hidupnya yang kelam. Aku menyukainya!

Aku bersumpah akan selalu merahasiakan kehadirannya di tengah garis popularitasku. Bukannya malu, namun Mitha bukan untuk dinikmati bersama-sama.

Lagipula, apalah arti kotoran tubuh jika dibandingkan dengan joroknya batin.

Paling tidak, Monik yang cantik tidak menampakkan kesuciannya di hadapan teman-temanku yang munafik. Bersikap sopan dengan make-up jutaan. Fuihh... Ia hanya menginginkan hartaku.

Mitha tidak butuh baju yang mahal, apalagi harta berlimpah. Akulah yang menentukan kapan saatnya ia makan, dan kapan saatnya ia tidur.

Begitu pula dengan Dian yang selalu diam. Ia telah memakan umpanku, menemani Om Dahlan untuk pesta semalam. Pesta yang cukup mahal untuk harga seratus juta per layanan.

Mitha tidak tertarik dengan uang, dan kuyakin Om Dahlan terlalu gengsi untuk menyentuh dirinya.

Tiwi yang masih muda, tentunya menarik untuk digoda. Kepolosan anak mahasiswi, membuatku muak dengan erangan duniawi demi sepeser uang yang tersaji.  

Mitha tidak perlu digoda, ia sudah terbiasa menemami tuannya demi segelas susu.

Syenni yang sudah bersuami, pandai menimbulkan rasa empati. Ia rela melucuti cincin kawinnya, hanya demi kalung emas yang ditukar dengan kenikmatan yang bergegas.

Mitha tidak pernah mengeluh, satu-satunya kalung imitasi sebagai tanda kepemilikanku, tak pernah ia lepaskan.

Aku terlalu memahami wanita, alibi yang cukup untuk tidak pernah jatuh hati. Tidak ada cinta sejati, yang ada hanyalah amaran di tengah selangkangan.

Cinta abadi hanya bagi mereka yang anarki, naif menyintasi kehidupan yang penuh apati. Untuk apa membela diri, hingga pada akhirnya akan tersakiti.

Mitha tidak perlu dicintai. Ia cukup tahu diri dengan melayaniku. Aku memiliki kuasa penuh atas dirinya. Tidak akan ada yang pernah tahu kapan aku akan memeluknya, dan kapan aku akan mencampakkannya.

Mitha tidak punya pilihan. Menemaniku atau kembali sebagai binatang jalanan.

Cukuplah sampai disini. Kehadirannya membuatku semakin yakin dengan pilihanku. Harta dunia yang kumiliki tiadalah abadi. Kebahagiaan datang dan pergi, demikian pula sebuah harga diri.

Saat ini aku hanya akan menikmati apa yang pantas aku miliki. Mitha adalah pilihanku yang tepat. Memberikan sebuah contoh kehidupan yang keras diantara pilihan untuk berkuasa atau dikuasai.

Akan kulalui setiap malam bersama ketidakberdayaannya. Akan kujadikan ia sebagai piaraan. Membangkitkan hasratku untuk menguasai dunia, sebagaimana ia menikmati kepasrahannya.

Kuletakkan wine yang kugenggam, saatnya tidur.

Kuraih tubuhnya yang mulai merinding akibat angin malam yang dingin. Kudekati wajahku di hadapan wajahnya. Matanya tidak lagi berbinar, memahami perasaan ringkih dari tuannya.

Selamat malam Mitha, tidurlah dengan tenang.

"Meowww..." suaranya menggema, mengisi malam yang sepi.   

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun