**
"Kam-pei" gelas diangkat, bir-pun diteguk beramai-ramai. Aku sih gak munafik, meskipun jelas ajaran meminum bir itu salah, namun apa daya, manusia masih butuh dosa bukan?
Lagipula kembali lagi kepada kehendak, "aku minum bir untuk menghormati tamu" dan ratusan alasan lainnya yang bisa bikin dewa pencatat dosa geleng-geleng kepala. Â
Baca juga: Serba-serbi Buddha, Waisak, dan 15 Kutipan Kebijaksanaan Siddharta Gautama
"Ayo makan" sendok diangkat, 5 macam daging langsung dinikmati oleh lidah yang bergoyang, kecuali  sapi black pepper yang luput dari amukan si Hendrik yang kelaparan.
Aku sih tenang-tenang saja, karena black pepper ini memang salah satu favoritku.
Usai pesta, kami pun mengantar Hiro-san yang sudah setengah mabuk kembali ke hotelnya. Akhirnya hanya sisa diriku dan si Hendrik di atas mobil.
"Eh Hendrik, kamu tadi gak makan sapi, tapi kok tetap aja nge-bir?" tanyaku yang membuat Hendrik sempat terdiam beberapa saat.
"Sebenarnya sih, kalau mau jujur, aku terhadap ajaran agama juga tidak gimana-gimana amat, kok." Hendrik membalas spontan.
"Kalau yang kamu maksud adalah Pancasila Buddhis, sebenarnya yang mana sih yang tidak aku langar?" Aku mendengarkan.