"Semoga berkah!" Seringkali kita dengarkan jika seseorang telah melakukan hal yang baik. Atau dengan kata lain, "berkah" seringkali diasosiasikan dengan rejeki nomplok yang tak disangka-sangka, akibat berbuat baik. "Alhamdulilah berkah!"
Namun adakah yang bisa mendefenisikan arti kata "berkah" itu sendiri? Diambil dari KBBI, kata Berkah berarti, "karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia."
Cukup seirama, artinya manusia tidak bodoh-bodoh amat menghubungkan antara rejeki (karunia) dengan Tuhan.
Apa sih kategori yang bisa mendatangkan "berkah" ini? Membantu sesama? Berdana kepada fakir miskin? Atau menolong pacar menyelesaikan tugas? "Kalau yang terakhir ini, lebih karena modus, kali."
Pun hal nya dengan kondisi berkah itu sebenarnya seperti apa ya? Apakah yang penting sesuai dengan keinginan hati, atau yang penting asal nemu, termasuk dompet berisikan jutaan rupiah di halte bis?
Nah, pada tulisan ini, penulis ingin menjelaskan sedikit pemahaman "berkah' dari sisi filosofi Buddhisme. Jangan dulu mengerutkan dahi, dijamin tidak ada kata-kata sulit yang harus dicerna dalam memahaminya.
Sebab-akibat adalah hukum yang mendasari pemahaman Karma dalam Buddhisme. Hal ini berarti hukum tabur tuai berlaku disini. Apa yang akan kita dapatkan nanti, adalah urusan belakangan, yang penting lakukan dulu apa yang terbaik.
Cerita bermula di suatu subuh, ketika sang Buddha menetap di kediaman seorang hartawan bernama Anathapindhika, di Jetavana, dekat kota Savatthi.
Saat itu, sesosok dewa hadir dengan cahayanya yang cemerlang mengunjungi Sang Buddha. Setelah datang, dan memberikan penghormatan, ia memohon kepada Sang Buddha dengan syair berikut ini:
"Banyak dewa dan manusia yang mengharapkan kebahagiaan. Mempersoalkan tentang berkah. Mohon uraikan, apa berkah utama itu."
Sang Buddha pun membalas dengan 10 syair yang penulis akan tuliskan dalam bentuk yang lebih sederhana. (Adapun seluruh isi syair dapat diklik di sini).
Pertama, berteman dan bergaul dengan sahabat yang baik.
Jelas, teman adalah cerminan dari diri kita. Ada pepatah yang mengatakan, jika anda ingin menilai siapa diri anda, maka nilailah sahabat-sahabat anda. Berteman adalah sebuah perjodohan, namun manusia memiliki kuasa untuk memilih siapa kawan sejati.
Dengan demikian, jika ingin mendapatkan berkah utama, maka mulailah untuk memilah siapa sahabat baik dan yang bukan. Status, kekuasaan, dan harta tidak menjadi patokan disini, mereka yang bersifat luhur adalah yang pantas dihormati.
Kedua, bertempat tinggal di tempat yang sesuai dan membimbing diri dengan benar.
Pernahkah kita berpikir, betapa beruntungnya kita lahir dan tinggal di Indonesia? Tentunya lebih baik dibandingkan dengan negara yang penuh konflik.
Dengan demikian, selagi kita punya banyak waktu hidup dengan damai, maka langkah selanjutnya adalah menjaga perdamaian itu sendiri. Untuk menjaga agar segala sesuatu menjadi harmonis di sekitar kita, maka kita harus memulai dari diri sendiri.Â
Ketiga, melatih keterampilan, memperluas pengetahuan, dan bersikap baik.
Sebagai manusia yang terlahir di dunia ini dengan peranannya masing-masing, adalah hal yang penting untuk menimba ilmu dan kemoralan.
Ilmu yang baik dan pemahaman akan kesusilaan, akan menjadikan diri sebagai pribadi yang disenangi, terpercaya, dan mudah mendapatkan bantuan orang lain.
Keempat, bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyokong istri dan anak, serta membantu orangtua.
Percaya tidak, jika kita memiliki kehendak yang baik untuk bekerja menyokong keluarga serta membahagiakan orangtua, maka rejeki akan sangat terbuka lebar.
Segala sesuatu yang berlandaskan kehendak yang baik, akan memberikan hasil yang baik juga. Seperti kata pepatah, "mereka yang baik, kalaupun belum mendapatkan rejeki, paling tidak kesialan telah menjauhi."
Kelima, melakukan kebajikan dengan memberikan bantuan kepada orang lain.
Mendapatkan rejeki yang berlebihan, jangan lupa berbagi. Berbagi disini bukanlah memberi dengan mengharapkan balas jasa, namun lebih kepada menumbuhkan sikap empati dan belajar melepaskan, karena pada akhirnya semuanya akan hilang terkubur bumi.
Keenam, menjauhi dan menghindari perbuatan buruk, termasuk penyebab perbuatan buruk dan tekun melaksanakan ajaran kebajikan universal (Dhamma)
Perbuatan baik, akan membawa kebahagiaan, sementara perbuatan buruk akan mendatangkan malapetaka. Hindari hati yang galau dan pikiran yang kacau, agar perbuatan buruk tiada menghampiri. Senantiasa melaksanakan ajaran kebaikan universal (Dhamma), agar bisa membawa kebahagiaan yang lebih luas.
Ingatlah bahwa kebahagiaan dan kesedihan adalah menular adanya.
Ketujuh, memiliki rasa hormat, rendah hati, merasa puas dengan apa yang dimiliki, dan senantiasa mengingat budi baik orang.
Rasa syukur adalah kondisi dimana kita bisa mencapai kepuasan batin. Tidak lagi menuntut, dan selalu mengutamakan berbagi. Pemberian tidak hanya masalah materi saja, namun juga berupa sikap yang bisa memberikan kenyamanan kepada orang lain.
Dengan bersikap rendah hati dan selalu menghormati orang lain, maka kita akan dihindari dari gunjingan dan caci maki.
Kedelapan, sabar, mudah dinasehati, selalu membahas ajaran kebaikan universal (Dhamma) dengan para bijaksanawan.
Setiap orang selalu berpeluang untuk memperbaiki diri sendiri. Tinggi hati dan merasa sombong akan menghambat perkembangan seseorang untuk meningkatkan kwalitas diri.
Membahas ajaran kebaikan universal (Dhamma) beserta para bijaksanawan (pemuka agama / orang suci), akan membentuk pribadi yang luhur dan berbudi-pekerti yang baik.
Kesembilan, bersemangat dalam mengikis kekotoran batin (kilesa), dan menjalankan hidup terpuji.
Kekotoran batin (kilesa) adalah ketamakan, kebencian, dan kebodohan batin. Tiga kilesa ini ditenggarai sebagai sumber ketidak bahagiaan. Setiap orang seyogyanya menjalankan hidup yang bersih dari kotoran batin dengan senantiasa melatih diri dan menjalankan hidup terpuji yang jauh dari permusuhan dan pertikaian.
Kesepuluh, tidak tergoda untuk hal-hal yang bersifat duniawi, sehingga selalu hidup penuh damai, tanpa kesedihan, dan tanpa noda.
Godaan duniawi disini adalah tahta, harta, dan kekuasaan. Seringkali kita melihat bagaimana seseorang dalam pucuk kejayaan tertinggi sudah seringkali melupakan moral terpatri.
Tidak ada salahnya mencapai tahta tertinggi, memiliki harta berlimpah, dan memegang kekuasaan penuh, namun tantangannya disini adalah bagaimana kekuatan yang dimiliki dapat ditransformasikan untuk kepentingan orang banyak.
**
Lebih lanjut, menurut sang Buddha, melaksanakan kesepuluh hal ini, para dewa dan manusia tak akan terkalahkan dimana pun, dan akan mencapai kebahagiaan dimanapun berada.
Berkah adalah perasaan bahagia yang didapatkan dari hasil perbuatan baik, namun berkah utama adalah bilamana seseorang sudah berada pada kondisi yang menyenangkan, dengan hati bahagia, dan pada saat yang sama mampu melakukan perbuatan baik.
Dengan demikian, sebenarnya hidup sendiri sudah merupakan berkah, jadi tidak periu lagi dicari kemana-mana.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H