Korea Utara adalah negara sosialis-komunis yang sangat tertutup dari duni luar. Kim Jong-Un yang memerintah, tidak pernah segan-segan menggunakan kekuatannya untuk kepentingannya.
Perlakuan terhadap rakyatnya, tiada bedanya dengan kisah kelam para diktator dunia. Pelecehan seks, kasus kelaparan, hingga aturan konyol yang tidak manusiawi, ramai memberitakan usaha eksodus para pembelot di negara ini.
Di negara terisolasi ini, seluruh aktivitas rakyatnya dikontrol oleh pemerintah. Jangankan untuk hidup mewah berlimpah, makan 3x sehari saja sudah terasa beruntung.
Namun apakah kehidupan sedemikian susahnya disana, hingga tak ada satupun warganya yang dapat menikmati kenyamanan? Ternyata tidak.
Ada istilah bagi rakyat Korea Utara yang hidup dalam kemewahan, dan mereka adalah para Donju, atau 'Penguasa Uang' atau kaum 'Kapitalis Korea Utara.'
Dilansir dari sumber, anak-anak dari kaum Donju ini hanya berjumlah 1 persen dari total jumlah penduduk Korut. Layaknya orang kaya di negara maju, mereka hidup ala Crazy Rich Asian, dengan rumah mewah, harta berlimpah, hingga mobil teranyar.
Anak-anak orang kaya ini memiliki fasilitas terhadap makanan yang sehat dan bergizi. Mereka tidak segan-segan menikmati kopi seharga 120 ribu Rupiah per cangkir dan stik impor dengan perkiraan harga sekitar 700 ribu Rupiah per porsi.
Mereka hidup di Kawasan elit di Pyongyang yang bernama Pyonghattan, yang merupakan sebuah Kawasan super mewah dengan berbagai fasilitas ala negara barat, mulai dari arena bowling hingga area berkuda.
Namun meskipun kaya, mereka tetap harus mengikuti aturan pemerintah untuk penampilan dan gaya rambut.
Namun sebagaimana lazimnya sebuah pemerintahan diktator, kaum Donju adalah mereka yang memiliki hubungan baik dengan rezim Kim Jong-Un. Nah, sebagai efek timbal balik, hampir pasti seluruh pebisnis terlibat korupsi bersama para pejabat tinggi di sana.
Diam-diam kehadiran kaum Donju merupakan sebuah hubungan simbiosis mutualisme dengan penguasa Kim. Meskipun merupakan penguasa utama di Korea Utara, namun ia sadar bahwa tidak semua hal bisa ia kerjakan sendiri.
Negara miskin seperti Korea Utara membutuhkan stabilitas ekonomi, agar tidak benar-benar jatuh miskin. Kaum Donju ini sering disebut sebagai tangan tak terlihat ekonomi Korea Utara.
Mereka tidak punya kantor resmi atau nama perusahaan yang mentereng. Mereka juga tidak memerlukan bantuan lembaga finansial resmi, karena semuanya dikerjakan sendiri. Â
Kaum Donju terlibat dalam beragam bisnis, mulai dari ritel, properti, hingga penyelundupan, tetapi peran utama mereka adalah peminjaman uang yang berasal dari modal asing yang dimiliki.
Mereka hidup bagaikan hantu yang membohongi dunia internasional hingga ke pejabat pemerintah rendahan yang tidak perlu tahu.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar real estat Korea Utara juga bertumbuh sangat cepat, yang membuat Kim Jong-Un memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan kepada dunia internasional.
Istilah 'Pyongyang Speed' merupakan salah satu bukti keterlibatan Donju. Pembangunan Mirae Scientist Street dan gedung residensial dekat Sungai Taedong yang hanya dikerjakan dalam waktu 6 bulan telah mencengangkan banyak orang.
Menurut Jung Eun-lee, seorang peneliti ekonomi dan real estat dari Universitas Kyung-Sang, pemerintah telah bekerja sama dengan kaum Donju untuk pembangunan infrastruktur yang dapat memutar ekonomi negara itu.
Selain itu, bantuan investasi dari Tiongkok juga ditenggarai menjadi sumber utama atas aliran devisa yang segar dan besar bagi Korea Utara. Korea Utara tetap membutuhkan teori ekonomi yang mumpuni, untuk menjaga kesehatan pundi-pundi negara.
Gaya hidup para Donju tentu bertolak belakang dengan kehidupan warga Korea Utara yang rata-rata hanya memiliki pendapatan sekitar 26.750 rupiah per bulan.
Kim Jong-Un bisa saja mendeklarasikan perang terhadap Hyung Bing, CS. Namun para Donju tetap berada di kamarnya, sambil menikmati Drakor dan K-Pop dari jalur internet pribadi yang mereka miliki.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H