Membaca sebuah artikel di Kompasiana yang berjudul: "Terhalang Restu Karena Primbon Jawa", yang ditulis oleh Kompasianer Ade Ira Cahyanti, penulis langsung mengingat kejadian yang dialami oleh seorang sohib karib sekitar tahun 1990an.
Ia pun mengalami hal yang sama, urung menikah dengan pujaan hatinya, yang ditenggarai akibat hitungan Pei Jit, atau Ba Zhe, atau Hasta Aksara.Â
Selain berjarak 6 tahun, konon sang suhu yang menghitung kesesuaian tanggal lahirnya ini mengatakan, "Jika dipaksakan, maka hubungan ini akan berakhir dengan perceraian, atau salah satunya akan mati muda."
Usia pacaran yang masih berumur jagung, lantas menjadi alasan untuk mengubur dalam-dalam niat pernikahan, daripada terjadi sesuatu nantinya. Â
Pun halnya dengan Robi dan Lina (nama samaran). Mengetahui hitungan Pei Jit nya sudah tidak bagus, mereka tetap saja menikah, lantaran usia Robi yang sudah hampir memasuki kepala 4.
Tidak sampai 5 tahun usia pernikahan, keduanya akhirnya memutuskan untuk bercerai. Bukan hanya ketidaksesuaian sifat yang membuat mereka sering bertengkar, namun alasan lainnya adalah "rezeki setelah pernikahan selalu merosot tajam."
Sebagai seorang Numerolog yang sering dianggap sebagai paranormal, penulis pun sering dimintai untuk melihat kesesuaian pasangan yang akan menikah. Jika ditanya demikian, maka pertanyaan yang penulis ajukan kepada mereka, adalah;
"Apakah kalian sudah memutuskan untuk menikah?" atau "Apakah kalian sudah saling mencintai?"
Jika mereka menjawab iya, maka biasanya penulis hanya mengatakan "yauda, kalian adalah pasangan yang tepat."
Namun jika mereka memaksa untuk tetap dianalisis, maka beruntunglah mereka, karena hasil analisis Numerologi penulis tidak pernah mengenal kata "cerai, mati muda, atau rezeki yang merosot akibat pernikahan."
Yang penulis lakukan adalah memberikan konsultasi terhadap kelebihan dan kekurangan setiap pasangan yang ada pada struktur Numerologi mereka.
Nah, kita kembali dulu kepada fenomena seseorang yang tidak jadi menikah, karena perhitungan ramalan, seperti Primbon, Zodiak, atau Pei Jit.
Mengapa manusia suka menggunakan sebuah ramalan untuk menentukan sebuah pernikahan? Menurut penulis, ada beberapa alasan;
Pertama, pernikahan adalah hal yang sakral dan seharusnya hanya sekali dalam seumur hidup. Saking pentingnya hal ini, sehingga semua resiko harus dipertimbangkan, baik yang kasat mata, maupun tidak.
Orangtua tentunya akan melarang, jika pilihan hati anaknya memiliki sifat-sifat yang tidak baik. Namun kadang sifat yang baik pun bukan merupakan jaminan kelanggengan sebuah pernikahan. Disinilah peran ramalan atau sejenisnya menjadi penting.
Kedua, adanya tradisi leluhur yang harus dipertahankan. Banyak hal yang membuat seseorang terikat dalam lingkar budaya turun-tenurun. Alasan yang paling klasik adalah menjaga eksistensi sosial keluarga.
Pemberian nama yang sesuai adat, menjaga norma berdasarkan budaya, serta cara berperilaku seperti yang diwariskan, membuat manusia cenderung melakukan copy-paste terhadap kebiasaan yang sudah sering dilakukan sejak dahulu kala.
Ketiga, pada budaya timur, menikah bukan hanya urusan dua hati yang saling terpadu, namun juga adalah urusan keluarga besar. Di Indonesia, menikah dengan pujaan hati, berarti harus siap "menikah" dengan seluruh keluarga.
Adat timur yang kita pahami, mengajarkan bahwa sebuah keluarga yang utuh, adalah keluarga yang selalu siap saling mendukung dalam suka dan duka. Sayangnya hal ini sering disalah pahami dengan ikut-ikutan menilai calon pasangan dari keluarga yang akan menikah.
Nah, ketiga alasan ini kemudian membuat ramalan menjadi hal penting sebelum melangkah lebih jauh lagi ke jenjang pernikahan.
Namun apakah ramalan bisa menjadi sangat akurat, sehingga pantas untuk membatalkan sebuah rencana pernikahan yang suci?
Penulis bukanlah seseorang yang antipati terhadap ramalan yang menyarankan untuk tidak menikah. Jika weton nya tidak sesuai, maka seharusnya dikembalikan kepada diri masing-masing.
Namun bagi yang tidak percaya, penulis akan memberikan sedikit pemikiran logika dari keilmuan yang dikuasai.
Pertama, jodoh adalah kumpulan dari karma masa lalu. Setiap orang sudah ditentukan kepada siapa ia akan dilahirkan, kepada siapa ia akan bersaudara, kepada siapa ia akan besahabat, dan tentunya juga kepada siapa ia akan menikah.
Jika hitungan ramalan mengakibatkan seseorang tidak jadi menikah dengan pasangan yang dipilihnya, maka anggaplah bahwa itu adalah hal yang mendukung batalnya sebuah perjodohan.
Ramalan hanya salah satu faktor dari sekian banyak faktor lainnya yang menyebabkan kegagalan pernikahan. Tidak mendapat restu keluarga, terpisah oleh jarak, bahkan mungkin juga kematian dari sang kekasih adalah faktor-faktor lainnya yang juga bisa membatalkan pernikahan.
Kedua, harus diingat bahwa perubahan adalah hal yang pasti. Tidak ada yang dapat menjamin bahwa sebuah keluarga akan hidup berbahagia selamanya. Perubahan pada keharmonisan dan juga rezeki, adalah hal yang sangat umum terjadi.
Jika sedang berada pada puncak kejayaan, maka suatu waktu akan juga merasakan bagaimana rasanya terjatuh. Sebaliknya kehidupan yang susah tidak akan selamanya berada di sana.
Pada saat sedang berada di atas ataupun dibawah, kedewasaan dalam berkeluarga sangatlah diperlukan, dan itu adalah aksi nyata, bukan akibat "apa kata suhu."
Ketiga, masa lalu adalah kenangan, masa depan adalah harapan, masa kini adalah penentuan. Apa yang akan terjadi di masa depan, sangat bergantung kepada apa yang akan kita perbuat saat ini.
Jika kedua pasangan berkomitmen untuk selalu saling menjaga dan menyayangi, maka kemungkinan besar yang akan terjadi tentunya adalah hal yang baik-baik saja.
Tentu, faktor x dan banyaknya variabel pendukung, juga berpengaruh dalam hubungan keluarga. Namun yang pasti, jika kita sudah berada pada jalan yang benar, maka hanya masalah waktu saja yang akan menghantar kita selamat sampai tujuan.
Nah dari ketiga alasan ini, penulis kemudian menolak untuk memberikan "kutukan" kepada calon pasangan yang akan menikah. Lagipula, menurut penulis, "ramalan adalah doa."
Anda bisa membayangkan jika seseorang mengucapkan kata-kata jelek terhadap sebuah hubungan suci yang layaknya terjadi? Penulis tidak bisa membayangkan resikonya.
Lagipula dalam artikel: "Mengapa Anda Memercayai Ramalah Paranormal? (baca disini)," penulis sudah sempat mengutarakan bahwa ramalan akan memengaruhi alam bawah sadar kita, sehingga apa yang belum tentu terjadi, dapat menjadi kenyataan.
Ilmu metafisika secara umum, adalah kumpulan dari catatan kuno yang berisikan nasehat kehidupan tak ternilai.
Pada artikel Ade Ira Cahyanti yang sedang penulis bahas disini, ada sebuah tulisan yang ditinggalkan oleh Kompasianer Mbah Ukik yang selalu tampil penuh misteri.
Kutipan; "Memahami primbon kadang hanya sepintas bahasa sastranya, mungkin hanya 'klik bait' sehingga banyak yang salah tangkap...[ ], Sebenarnya Primbon bukanlah buku ramalan, tapi 'ilmu titen' berdasarkan pengalaman. Pengalaman akan membawa kehati-hatian, ini yang mungkin tidak dipahami oleh yang menggunakan primbon."
Nah, penulis sangat setuju... Â
Jika ternyata "Terhalang Restu Karena Primbon Jawa, Mbah Ukik deh yang paling bener"
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI