Keputusan untuk monogami atau berpoligami, tentunya terikat dengan aturan moral yang berlaku di kehidupan ini. Apapun hasilnya, kembali kepada diri pribadi.
Dengan sebuah syarat bahwa pernikahan terjadi atas suatu hal yang pasti, perpisahan pun terjadi dengan sebuah jawaban yang pasti.
Moralitas melebihi seksualitas, rasa sayang adalah spiritualitas, pilihan merupakan kapasitas dan kehidupan melambangkan kualitas.
Aku tidak akan menceritakan proses karma yang rumit pada tulisan ini, pembaca hanya perlu merenungkan bahwa kita adalah bentukan dari kehendak batin.
Dengan demikian, janganlah menyalahkan Tuhan atas setiap tindak-tandukmu, karena pada dasarnya, manusia hidup dari bentukan batin masa lampau dan keputusannya untuk mengubah keadaan di saat sekarang.
Hukum sebab akibat berlaku disini, karena apa yang akan kita tanam, itulah yang akan kita tuai, tanpa harus memercayai proses reinkarnasi itu sendiri.
Wasana Kata.
Bagi setiap insan, ingatlah bahwa pasangan hidup telah dipersatukan oleh jiwa tua yang mengarung lautan, bukan oleh tubuh yang meraung keenakan.
Keinginan batin akan menyadari bahwa kemampuan akan terbatasi oleh kekosongan yang tak pernah bertepi. Hingga akhirnya tepi akan ditemui oleh sucinya batin yang tidak akan lagi bereinkarnasi. Â
Catatan: Tulisan ini dibuat atas dasar pertanyaan seseorang sahabat yang sedang bingung dengan kedua pilihan hidupnya.
 Â