Walhasil, seluruh pertanyaan yang berasal dari kitab Kejadian sampai dengan Wahyu, dijawab dengan akurat.
Si Jeremi terkagum-kagum dan bersyukur bahwa penulis masih mengingat Tuhan, sementara penulis sangat bersyukur kepada Tuhan atas penemuan internet.
Sejarah pun berulang, anak penulis bersekolah di sebuah sekolah Kristen terkenal di kota Makassar. Pergi ke Gereja sudah biasa, meskipun dupa masih tajam tercium didalam rumah.
Menyanyikan lagu pujian, berdoa atas nama Yesus, mendengarkan khotbah, tidak-lah seseram pengakuan dari anak penulis.
"Pa, sekarang pendeta di gereja sudah mulai tidak dipercaya loh?"Â begitu kata si Kelly yang barusan pulang dari sekolah Minggu.
"Sebabnya, teman-teman pada ngomong kalau fakta yang diceritakan sangat tidak sesuai dengan informasi di internet loh pa..."
Itulah penyebanya, ternyata sang pendeta lupa bahwa akses internet bagi para Milenial dapat menjadi lebih jahat dari godaan syaitan.
Penulis tidak pernah menganggap adanya sebuah agama yang paling benar diantara agama lain. Penulis hanya meyakini adanya kebaikan universal yang mengajarkan tentang budi pekerti dan menghargai sesama mahluk hidup.
Filsafat Ehipassiko, yang mengajak setiap orang untuk melakukan observasi dan pembuktian terhadap sebuah pernyataan, selalu menjadi dasar bagi penulis untuk menghargai semua keyakinan dan perbedaannya.
Yang ingin penulis sampaikan disini bahwa zaman akan berubah dengan cepatnya, dimana doktrin kuno pun sudah saatnya ber-evolusi.
Pandangan-pandangan orthodox telah banyak berubah seiring dengan waktu, meskipun keyakinan utama terhadap Pencipta dan Penciptaan akan selalu ada.