Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merebus Megawati, Narasi Percerian, Ibu-ibu Jangan Bisanya Nangis!

9 Agustus 2022   11:29 Diperbarui: 9 Agustus 2022   17:47 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu percerain tidak hanya akan mengorbankan anak dan keluarga seutuhnya. Akan tetapi dengan perempuan pasca percerian, bagaimanakah seharusnya perempun memkanai perceraian?

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno setelah berkampanye pada ibu-ibu saat itu pada waktu minyak melonjak tinggi. Dirinya mengajak untuk memasak dengan cara merebus menghemat minyak goreng yang sempat menjadi pro dan kontra di public.

Sampai-sampai Megawati melakukan demo masak tanpa minyak goreng. Memunculkan berbagai pendapat dari analis politik tenatang demo masak tersebut. Sebab tidak semua masakan dapat dimasak sengan di rebus.

Menurut Analis Politik sekaligus Founder Voxpol Center Research dan Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai, digelarnya acara demo masak tersebut memang sebagai upaya PDIP untuk menetralisir sentimen negatif terhadap Megawati usai pernyataannya jadi perdebatan.

Megawati Soekarno putri di masa-masa senjanya yang kini telah mencapai 75 tahun tersebut, kini aktif membagi membagi pandangannya memaknai isu keperempuanan dan masalah keluarga.

Berbicara Percerian

Setelah berbicara minyak goreng dan merebus bagi ibu-ibu yang sudah berlalu. Terbaru Megawati juga membagi pandangannya tentang perceraian mengajak ibu-ibu untuk jangan nangis saja ketika diceriakan oleh suami mereka.

Hal itu disampiakan pada acara dalam Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Puri Ardhya Garini di Kawasan Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin, 8 Agustus 2022.

Menurut Megawati perempuan juga harus mempunyai harga diri. Bahkan dirinya mengkau sedih ketika seorang ibu nangis ketika akan dicerai suaminya, yang menandakan bahwa perempuan itu lemah.

Dirinya bercerita pernah ada ibu-ibu yang mengadu akan dicerikan suamainya. Dengan tegas Megawati mengatakan perempaun itu harus kuat.

Sebagai refleksi mengapa permpuan Indonesia cenderung lemah. Mantan Presiden Indonesia ke-5 itu menyinggung dampak dari penjajahan selama 350 tahun bagi perempuan Indonesia.

Yang mana dampak itu menjadikan perempuan Indonesia menjadi pendiam dan menahan penderitaannya kata Megawati. Tetapi melihat bagaimana fakta permepuan sendiri, mungkinkah hanya penjajahan yang menjadikan perempuan terkesan lemah?

Apakah ada Faktor lain yang membaut permpuan juga lemah dalam menjalani kehidupan ini dengan berbagai resiko termasuk gagalnya pernikahan mereka?

Faktor Kebudayaan

Perempuan terlihat lemah sendiri karena memang pandangan sosial yang memposisikan mereka lemah, bukan berarti dipandang "lemah" tidak bisa menjadi kuat. 

Banyak ajaran dari berbagai agama, norma social, yang membuat drajat wanita dibawah laki-laki. Tetapi dengan realita sendiri perempuan sebenarnya merupakan mahluk yang sama-sama kuat dan setara dengan laki-laki sebagai manusia.

Meskipun perempuan direndahkan secara pandangan social. Tetapi kekuatan itu terletak pada sikap mau mengalah terhadap peradaban yang sebenarnya menindas mereka bertahun-tahun bahkan beadab-abad karena fakor budaya itu.

Maka dari itu dengan ruang-ruang yang diberikan untuk permpuan saat ini, yang mana perempuan juga banyak mengisi bidang-bidang yang sebelumnya tabu untuk di isi seperti pendidikan, kepemimpinan politik, bidang pekerjaan dan lain sebagainya.

Mungkinkah menjadi perempuan berdaya itu harga mati yang harus dilakukan oleh setiap perempuan modern, termasuk pandangan mereka dalam relasi keluarga termasuk memandang percerian itu sendiri?

Angka Percerian

Memang Megawati benar, saat ini menjadi perempuan kuat dan berdaya merupakan sesuatu yang harus dipunyai setiap perempuan di zaman ini.

Semua itu untuk eksistensi perempuan sendiri termasuk siap dalam berbagai resiko menjadi ibu dan menjalani relasi pernikahan, bahkan siap jika harus ada perceraian dengan keadaan yang justru merugikan dirinya sendiri.

Seperti diketahui saat ini mengacu pada data kasus perceraian di Indonesia kembali melonjak. Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus.

Laporan ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 337.343 kasus atau 75,34% perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan.

Sementara itu, sebanyak 110.440 kasus atau 24,66 Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi faktor perceraian tertinggi pada 2021, yakni sebanyak 279.205 kasus.

Maka dengan kasus perceraian sendiri yang banyak dilatarbelakangi alasan ekonomi, ada salah satu pihak yang meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami yang terjadi dan itu banyak digugat oleh perempuan.

Perempuan berdaya harus menjadi harga mati yang harus dipunyai saat ini? Di mana justru di lapangan kini perempuan yang banyak menanggung beban ketika terjadi perceraian dan masalah keluarga lainnya?

Banyak perempuan pasca perceraian harus menghidupi anak mereka. Tidak jarang juga masalah keluarga yang membuat nafkah suami sendiri kurang. Di sanalah mutlak perempuan harus berdaya untuk kemungkinan yang buruk, apalagi ruang-ruang kehidupan untuk perempuan sudah dibuka lebar.

Bahkan lapangan pekerjaan untuk perempuan juga sudah banyak tersedia yang akhirnya menjadi perempuan berdaya itu bukan sesuatu yang mustahil dilakukan. Tidak lain berdayanya perempuan itu untuk mencapai kesetaraan, bahwa setiap manusia mempunyai hak dan keputusan yang sama dalam pilihan hidup mereka termasuk menjadi perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun