Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merebus Megawati, Narasi Percerian, Ibu-ibu Jangan Bisanya Nangis!

9 Agustus 2022   11:29 Diperbarui: 9 Agustus 2022   17:47 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua itu untuk eksistensi perempuan sendiri termasuk siap dalam berbagai resiko menjadi ibu dan menjalani relasi pernikahan, bahkan siap jika harus ada perceraian dengan keadaan yang justru merugikan dirinya sendiri.

Seperti diketahui saat ini mengacu pada data kasus perceraian di Indonesia kembali melonjak. Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus.

Laporan ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 337.343 kasus atau 75,34% perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan.

Sementara itu, sebanyak 110.440 kasus atau 24,66 Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi faktor perceraian tertinggi pada 2021, yakni sebanyak 279.205 kasus.

Maka dengan kasus perceraian sendiri yang banyak dilatarbelakangi alasan ekonomi, ada salah satu pihak yang meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami yang terjadi dan itu banyak digugat oleh perempuan.

Perempuan berdaya harus menjadi harga mati yang harus dipunyai saat ini? Di mana justru di lapangan kini perempuan yang banyak menanggung beban ketika terjadi perceraian dan masalah keluarga lainnya?

Banyak perempuan pasca perceraian harus menghidupi anak mereka. Tidak jarang juga masalah keluarga yang membuat nafkah suami sendiri kurang. Di sanalah mutlak perempuan harus berdaya untuk kemungkinan yang buruk, apalagi ruang-ruang kehidupan untuk perempuan sudah dibuka lebar.

Bahkan lapangan pekerjaan untuk perempuan juga sudah banyak tersedia yang akhirnya menjadi perempuan berdaya itu bukan sesuatu yang mustahil dilakukan. Tidak lain berdayanya perempuan itu untuk mencapai kesetaraan, bahwa setiap manusia mempunyai hak dan keputusan yang sama dalam pilihan hidup mereka termasuk menjadi perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun