Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jodoh dan Ironi Keminderan

16 Juli 2022   18:50 Diperbarui: 18 Juli 2022   16:04 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti ingin merubah pola itu, terkadang dalam bayang ini begitu sangat bercabang. Ya, saya memang harus menentukan mulai dari sekarang. Usia yang semakin tua ini, haruslah tetap pada jalur yang sama, tetap harus bersama merajut asa pada saatnya yakni membangun rumah tangga.

Laron berterbangan bebas sangat menggoda saya dimalam itu. Dibuat seolah saya ingin mendramakan hidup saya sendiri, yang terkadang selalu membanding-bandingka diri tanpa ampun pada diri-diri yang lain.

"Ya memang itu bukan sesuatu yang bagus; setiap oraang punya start masing-masing dan dimulai dari mana hidupnya itu. Penting, kita hidup mempunyai progress yang jelas, bukan semakin mendem tetapi harus lebih baik dari sebelumnya; tentu dalam segi apapun".

Namun saya akui sang mider itu, mencoba ingin merajut bersama bayang-bayang kehidupan ini. Apa daya pikiran akan rasionalisasi dan tidakan ini tidak sampai mentok hanya pada angan dan impian semata, tetapi juga pada sesuatu yang membangunkan seperti jejak percaya pada diri jika dihadapkan pada sesuatu yang lebih dari dari diri ini.

Karena pada akhirnya. Ketika saya jujur pada yang lain tentang sebuah keluh kesah; motivasi hebat pasti terdengar dari kelakar bibir-bibir yang lain. Tetapi di dengar rasanya sangat hambar lalu menjengkelkan.

 "Berupaya jangan pernah takut, sebelum tua harus berkeluarga, dan ungkapan-ungkapan lainnya merongrong dalam lamunan saya; itu sama saja seperti setiap orang tua yang bertanya-tanya kapan pernikahan itu akan dilangsungkan oleh anaknya, kehalang apa rasanya susah jodonya itu datang, dikira ada kekuatan lain yang absrud".

Memang saya juga menginginkan pernikahan itu. Akan tetapi tidak bolehkah diri mengukir dirinya sendiri dengan sejumlah resiko dan konsekwensi, yang mana pemenuhan atas kebutuhan sendiri pun harus dibangun untuk dapat lebih, kemudian untuk bekal saku berkeluarga nanti?

Hasrat ini memang menggebu, saya pun juga ingin merajut hidup barsama sebagai yang termotivasi itu dengan keberuntungan yang ditawarkan, setidaknya meski itu hanya terpentok pada teori. 

"Nikahlah nanti pasti rezeki menyusul, yang miskin akan dikayakan" tetapi apakah itu tidak perlu kritis dalam merangkai sebuah jawaban yang tidak pasti akan pertanyaan itu? Banyak orang berkata di luar sana, hidup bersama sangatlah indah untuk di jalankan". Sekptis dan cenderung tidak mempercayai itu. 

Mungkin menjadi maklum bagi manusia biasa-biasa ini, yang sudah membaca bagaimana perceraian disana pun jumlahnya berjubel banyaknya. Apakah itu bisa dijadikan dasar bahwa hidup bersama selalu indah?

Dengan kebutuhan berumah tangga yang mendekati gila; berat jika upah yang tidak memadai, itulah bagaimana hidup bersama pasangan yang rasional, nalarnya bagus, menjadi mimpi yang realistis bagi saya untuk berani mengahadapi tantangan berkeluarga, yang mana sama-sama punya kesadaran nalar yang bagus akan kerja sama, lebih menarik dari pada mengejar-ngejar jodoh seperti akan mati besok.

Banyak juga saya menyaksikan rumah tangga muda, mereka yang tidak mempersiapkan dengan baik bangunan rumah tangganya masih ngontrak atau tinggal bersama mertua menjadi hal yang biasa.

Sekali lagi kebutuhan hunian kini mahal, dan butuh rencana serta lancarnya upah untuk bisa membuat hunian itu; percayalah. Pengecualian jika mereka orang tua kita kaya; lain cerita bagaimanapun orang kaya, punya banyak warisan tidak perlu usaha keras-keras dari lahir pun mereka sudah dibekali.

Tetapi di pikirkan ada benarnya juga berusaha itu harus keras dan efektif dengan apa yang dinamakan hasil. Terkadang saya pun ingin menelanjangi hasrat kebinatanganku, yang perlu keluar di kala sirkulasi darah ini yang terkadang memuncak.

"Kesendirian ini seperti menghasilkan energi yang terbuang nikmat tetapi tidak indah itu. Andaikan aku dapat memelukmu dan mencumubi indah bibirmu yang manis itu. Juga membawa kita pada obrolan yang dalam dan juga intim, dimana kita saling menguatkan satu sama lain dalam kehidupan ini"; racun drama imajinatif yang perlu dibuang jauh-jauh kedalam tong sampah yang besar".

Tetapi bolehlah berimajinasi akan romantika hidup yang brengsek ini, "Hidup bersama yang aku tunggu. Mungkinkah akan terjawab di tengah keminderan akan suatu stasus sosial yang tidak menarik itu? Aku memcoba meyakinkan diriku, pasti ada suatu saat yang tertarik padaku. 

Meskipun keminderan akan diri terus mengahantui, aku terus ingin menikam diriku yang terlalu lugu ini" persetan lah dengan semua itu, hanya angan-angan kecil yang pasti berlalu, saya yakin itu walaupu pertanyaan receh itu terkadang mucul;

"Tidak bisakah aku memoles seperti seles yang terpenting dapat terjual barangnya lalu dipakai untuk dijalani? Ya, aku memang belum menemukan calon pendamping hidup bersama yang Bodoh tetapi Jenius itu".

"Ia bodoh karena mau hidup bersamaku tanpa menggunakan otaknya. Jenius sendiri berarti "ia" yang apa adanya dan tahu potensi diri manusia, apapun keperibadiaannya, termasuk jenis kepribadiaan diriku ini yang patut diajak berkerja sama dan bersahabat layaknya kanguru jantan dan betina itu di sudut Negara Australia sana".

"Tetapi aku pun sama dengan yang lain, akan berubah pada saatnya bila hasratku selalu terbawa dirinya. Yang tertunggu itu, akankah aku jatuh hati padamu ketika kau belum riil ada di depanku? Kau bidadari yang tertunggu itu? Hasrat ini sepertinya melepas, dengan sebelumnya apa yang ingin dilepas".

Bagaimanapun hasrat yang imajinatif memang ironi, seperti imajinasi jodoh yang indah, palsu dan cemerlang bak pelangi disana. Kenyataannya saya masih duduk di meja menulis saya sebagai sebuah ritual, yang mana saya masih diam, diam, dan terus diam tanpa beranjak.

Alasannya, saya masih malu dan entah sampai kapan minder mendekati "akut" sebagai sebuah dasar menjadi kepercayaan diri memandang jodoh dan pernikahan itu akan terdorong naik. 

Akan itu, saya masih menyaiapkannya, sembari terus menulis mengais receh yang mungkin itu bisa menjadi jalan kemuliaan bagi orang-orang yang tidak seberuntung mereka. Iya mereka yang apa-apa difasilitasi sehingga dengan mudah dalam mengotimalisasi hidup mereka dengan yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun