Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernikahan Abad ke-21 Taruhannya Besar

22 Juni 2022   11:34 Diperbarui: 10 Juli 2022   08:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: okezone.com

Tentang bagiamana orang-orang itu bicara tentang pernikahan, pada kasusnya memang setiap orang mempunyai interpretasi sendiri pada pernikahan itu.

Bagi interpretasi pemikiran saya tentang pernikahan dan orang-orang yang berbicara menikah; "Masih sehat, bisa kerja, bodoh sekali tidak menikah, pecuma punya alat kelamin untuk pipis saja" mereka tidak salah dan ya tidak pernah salah berkata demikian.

Hanya saja saya tidak mau terbuai dengan narasi tawaran atas diksi pernikahan itu, yang mana kata orang menikah itu 1% enak dan 99% enak banget.

Dengan daya nalar kritis akan pernikahan itu, berserta sisi tidak enak dibalik "enak" apa kata orang. Apakah demikian adanya tentang pernikahan yang hanya "enak, dan enak banget saja? Bahkan tidak ada kesengsaraan sedikit pun pada pernikahan yang ada katanya "enak-enak" itu?

Saya memang belum membuktikannya bagaimana pernikahan, yang kalau dijalani itu seperti apa. Apakah saya sedih atau galau sama seperti orang-orang yang belum membuktikan yang enak-enak itu pada pernikahan, meski dalam bayangan orang se-usia saya sudah layak menikah?

Jelas sebagai orang normal dan menginginkan pernikahan itu "ya ada lah sedikit merasa galau" yang jelas siapa yang tidak ingin pernikahan. Kata Aristotelis filsuf yunani kuno, "dengan segala cara menikahlah. Jika mendapat istri yang baik anda akan menjadi bahagia. Jika mendapatkan istri buruk Anda akan menjadi seorang filsuf".

Namun bagimana tafisr dunia itu, kebanyakan orang hanya berpikir enaknya dan bahagianya saja seperti beragama yang jadi tawaran menariknya bahagia di akhir yakni surge yang dijanjikan.

Tetapi saya tidak akan berbicara menganai agama karena itu urusan privat masing-masing dan seharusnya tentang pernikahan juga urusan privat yang tidak harus dicampuri dan tidak harus di iming-imingi "keenakkannya" cukup dinikmati sendiri-sendiri saja.

Karena diakhir kalimat kutipan Aristotles tentang pernikahan dengan orang yang buruk dan anda akan menjadi Filsuf. Itu bukti kuat bahwa menikah tidak selamanya bahagia dan enak-enak saja. Ini dapat dipikirkan secara nalar berakal sehat.

Setidaknya ada peluang kesengsaraan disana, yang mana jika kita tetap kuat menghadapinya, Kita akan menjadi orang bijak layaknya filsuf bagi jalannya pernikahan dan kehidupan yang mengirinya bereksistensi sebagaimana manusia.

Akan tetapi dengan perubahan dunia, bagaiamana akomodasi pernikahan itu dan tantangan pernikahan yang setiap jaman terus mengalami sejumlah perbedaan mendasar.

Kenyataannya yang harus disadari adalah; "pernikahan merupakan sebuah bangunan, yang mana material dari bangunan-bangunan tersebut harus dipenuhi dalam perjalanan pernikahan dan rumah tangga".

Kembali dengan ucapan Aristoteles. Bukan saya enggan menikah dengan usia yang sudah menginjak 30-an ini, dimana orang-orang disekeliling lingkungan saya juga menyindir dengan berbagai bentuk dan rupa agar saya muai memandang pernikahan di dalam kehidupan saya itu.

Tetapi semakin banyak yang berbicara pernikahan untuk orang-orang lajang seperti saya, ditambah usia yang tidak muda ini terus-terusan di singgung. Saya menjadi berpikir, yang mana banyak orang Indonesia melihat kelajangan sebagai sesuatu hal yang menyedihkan.

Dengan sisi material yang harus dibangun dalam pernikahan antara hunian, pendidikan, dan kesehatan untuk anak dan istri dalam bangunan rumahtangga. Apakah mereka seseorang yang paham bagaimana abad ke 21 ini; diantara tantangan dan kesempatan hidup yang semakin sulit berkembang dengan kualitas hidup yang dituntut semakin tinggi dengan mudah berkeputusan asal menikah saja?

Namun, pendapatan akan material ekonomi yang pas-pasan hanya untuk memenuhi kebutuhan makan secara terburu-buru dan harus mengejar secara buta status dari adanya pernikahan itu yang mungkin saja masih kurang pengetahuan akan esensi dari menikah?

Saya kira pernikahan bukan sesuatu yang harus dikejar secara buta. Pokoknya menikah dan itu enak. Tidak juga seperti itu. Sebab dibalik enaknya menikah, mengapa banyak orang yang memutuskan becerai, sudah tidak melanjutkan pernikahnnya.

Mungkinkah pernikahan yang enak-enak hanya ilusi atau mereka yang bercerai karena tidak kuat sebagai filsuf mengacu pada apa yang disingguh oleh Aristoteles?

Mengacu pada data percerian dalam pernikahan. Angka Perceraian di Indonesia (2017-2021). Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus. Laporan ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami.

Inikah yang menjadi alasan bahwa sang filsuf "laki-laki" itu meski belajar menjadi filsuf dalam pernikahan, sudah tidak mampu berbuat apa-apa ketika terbalik, yang justru mencerikan itu adalah istri dalam pernikahan mengacu pada data yang ada di Indonesia?

Yang pasti menikah pada abad ke 21 ini semakin banyak tantangan yang akan menghadang eksistensinya dibalik ekonomi dan sisi-sisi kesetaraan gender yang semakin disadari oleh manusia.

Kenyataannya dunia sudah memberi ruang lintas gender untuk berdaya secara ekonomi yang itu pula membuat setiap orang berdaya dan kemungkinan bisa tidak saling menggantung satu sama lain termasuk dalam institusi pernikahan.

Tetapi berdaya ekonomi saat ini dengan pengahsilan yang semakin kesini di tengah fenomena abad ke 21 ini, inflasi yang tinggi membuat nilai uang sebagai insrtrumen ekonomi juga akan sangat berpengaruh pada eksistensi pernikahan dan bangunan rumah tangga yang harus dipenuhinya sebagai kebutuhan hidup.

Terlihat jelas dengan menyempitnya ruang sumber daya, bangunan pernikahan dan rumah tangga, orang berpikir masak-masak ketika akan mempunyai anak yang banyak itu gejalanya sudah terasa, yang mana sudah bergeser ungkapan banyak anak banyak rejeki menjadi kesluitan ekonomi.

Dimana tantangannya jelas jika pendapatan akan uang untuk pemenuhan ekonomi tidak sebanding diabad ke 21 ini. Kualitas hidup keluarga akan minim dalam pemenuhan kebutuhan termasuk hunian, kesehatan, dan pendidikan, yang akan sulit di akses dengan semakin tingginya nilai harga akan pemenuhan kebutuhan itu untuk menunjang berumah tangga.

Alasan lain menikah di abad ke- 21 taruhannya besar adalah ketika kita menikah dalam keadaan miskin, sedangkan akselerasi hidup akan modal yang sulit untuk menaikan taraf ekonomi keluarga. Membuat ketika kita tidak sadar akan pernikahan itu, bagaimana upaya membangun  rumah tangga kedepan, hanya akan mewariskan generasi keluarga yang berkualitas rendah dan miskin.

Maka dalam keluarga dibutuhkan kemakmuran untuk menopang bagaimana hidup itu akan semakin baik. Jika akomodasi akan hidup itu tidak terpenuhi dan bahkan kurang, itu akan menjadi masalah besar dalam sebuah generasi keluarga di masa depan.

Mungkin sebagai contoh kebutuhan akan rumah yang saat ini harganya sangat mahal dapat menjadi baro meter ketika saat ini kita membangun keluarga. Dengan hunian untuk keluarga itu masih sewa akan memperbesar generasi kita juga akan melakukan hal yang sama. Karena jelas harga rumah kedepan semakin tak terjangkau, tidak berimbang dengan nilai angka pendapatan yang ada dari pemenuhan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun