Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasib Aktivis KAMI, Din Syamsuddin Bicara UU ITE, Pemerintah Jokowi Salah?

13 November 2020   09:16 Diperbarui: 13 November 2020   09:27 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: voa-islam.com

Setiap Undang-undang yang dirancang tidak dimanapun selalu menuai pro dan kontra termasuk undang-undang ITE atau Informasi dan Transaksi Elektronik.

Banyaknya kasus hukum yang menyered masyarakat diakibatkan oleh Undang-undang nomor 11 tahun 2008 (ITE) membuat banyak orang seperti Din Syamyuddin Presidium KAMI atau Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia pun akan bicara tentang UU ITE.

"UU ITE menurut Din Syamyuddin telah disalah gunakan oleh pemerintah Jokowi, dimana undang-undang tersebut dirancang dimasa pemerintahan SBY untuk memantau transaksi keuangan elektronik yang bertujuan memberantas korupsi dikitip CNN Indoensia dalam Webinar yang digelar KAMI secara daring, Kamis (12/11). ".

Tetapi pada kenyataannya menurut Din Syamsudin UU ITE digunakan untuk menangkap para aktivis penekanan pada penggunaan medsos atau media social.

Din Syamsuddin mencontohkan bawasannya banyak aktivis KAMI menjadi korban ditangkap dan dijadikan tersangka dalam hal penggunaan media social.

Seperti diketahui aktivis KAMI seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat hingga Anton Permana telah ditetapkan Bareskrim Polri sebagai tersangka dugaan menghasut kericuhan selama demo menolak Omnibus Law UU Ciptaker beberapa waktu lalu.

Adapun yang disebutkan oleh Din Syamsudin terkait dengan jeratan UU ITE tersebut yakni penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian berdasarkan SARA, hingga pasal KUHP tentang penghasutan.

UU ITE dan Demokrasi  

Sumber gambar latar: barlaslaw.com
Sumber gambar latar: barlaslaw.com
Salah satu unggulan Negara demokrasi adalah kebebasan mengemukakan pendapat. Maka dari itu demokrasi selalu dijadikan sebuah dalil dalam mengekspresikan kemerdekaan berpendapat.

Tetapi dengan adanya UU ITE orang-orang tidak bebas lagi berpendapat menurut pandangannya sendiri bahkan pendapat yang dilakukan di medsos.

Kasus UU ITE pada nyatanya memang dapat menyered siapapun termasuk public figure yang menyatakan pendapatnya seperi JRX drummer grup band asal Bali yakni Superman Is Dead.

Dalam jeratan undang-undang ITE yang masih berlangsung di pengadilan dan polda Bali menyered Jerinx atau I Gede Ari Astin. Pernyataannya melalui medsos dimana Jerinx menyebut bahwa IDI adalah kacung WHO berbuntut panjang dan terancam hukuman, jaksa menuntut tiga tahun penjara dan denda Rp. 10 juta untuk Jerinx.

Mungkinkah UU ITE benar adanya membuat demokrasi ada pada masa krisis? Dimana demokrasi dengan adanya UU ITE juga mengancam defisit demokrasi tetapi juga berpotensi kebangkrutan demokrasi seperti diungkapkan Din Syamsudin?

UU ITE jika dipikir memang benar sekaligus salah. Saya memang tidak membenarkan adanya ujaran kebencian dan lain sebagainya walaupun itu dilakukan dimedia social. Tentu ujaran kebencian melalui medsos ada pihak yang dirugikan.

Untuk itu upaya hukum yang ditempuh memang layak untuk membuat efek jera, dimana berpendapat pun harus ada kadar kesopanan dan tidak merugikan suatu lembaga atau perorangan yang dikritik dalam berpendapat di media social.

Tetapi kesalahan UU ITE jika memang digunakan untuk memukul lawan politik pemerintah, dimana pemerintah tidak mau dikritik, itu lah kesalahan dari UU ITE yang ada.

Memang dalam bermedia social kadar-kadar kesantunan dan kritik secara halus tidak melecehkan pun memang dibutuhkan supaya tidak menganggu ketertiban umum bermedsos.

Tentang ujaran kebencian yang menimbulkan kerusakan dan sebagainya yang dilakukan oleh aktivis jika memang itu berbahaya sebagai gerakan yang merusak.

Menurut saya memang wajar dilakukan kepolisian untuk menciptakan keadaan yang tidak memprovokasi masa, dimana nantinya dapat termakan berita Hoax media sosial yang akhirnya merugikan keadaan berbangsa dan bernegara.

Demokrasi memang bebas dalam mengemukakan pendapat tetapi pendapat tersebut alangkah baiknya disampaikan dengan santun dan tidak merugiakan orang lain atau lembaga lain yang menjadi tujuan kritik tersebut.

Untuk itu UU ITE yang banyak orang sebut dengan pasal karet sendiri tidak lain adalah sifatnya yang dapat juga menjadi sarana memukul lawan politik. Tetapi apapun jika memang pendapat dari kritik masyarakat rasional, sudah pasti dapat diterima dengan baik oloeh public dan tidak terkesan melecehkan kelompok dan berpotensi melanggar ketertiban umum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun