Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kecewa, Dr. Cipto Pasang Bintang Jasa di Pantat

11 Oktober 2020   12:12 Diperbarui: 11 Oktober 2020   14:52 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: detik.com

Ekspresi kekecewaan sendiri memang tidak punya ukuran, bagiamana seseorang yang akan bertindak dalam hal membuat kepuasan diri dalam berekspresi terhadap kekecewaannya tersebut.

"Maka melakukan protes dalam kekecewaan itu tidak pernah disalahkan, bawasannya seseorang mempunyai hak dalam melakukan sebuah protes mendemonstrasi kekecewaannya terhadap sesuatu termasuk kebijakan pemerintah".

Kala itu dr. Cipto Mangunkusumo sebagai dokter pribumi dari Jawa melakukan sebuah gerakan besar di dunia kedokteran Hindia Belanda yang saat itu sedang dalam masa wabah pes tahun 1911.

Perlu diketuai bahwa wabah Pes yang terjadi di Malang, Jawa Timur dan sekitarnya memakan korban tewas 2.015 orang pada tahun 1911. Dr. Cipto menjadi orang pertama yang menawarkan tenaganya ke pemerintah Hindia-Belanda di Batavia supaya dikirimkan ke Malang ikut dalam menangani wabah pres saat itu.

"Dr. Cipto datang dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya sebagai Dokter pribumi ketika dokter-dokter Belanda yang ada hanya mementingkan diri sendiri. Mereka ketakutan dengan penyakit wabah pes saat itu, maka tidak dapat diharapkan untuk mengatasi penderitaan rakyat," tulis Syefri dalam bukunya".

Bermodalkan unsur kemanusiaan sebagai seorang dokter, dr. Cipto Mangunkusumo tanpa takut blusukan ke desa-desa yang dikecamuk wabah Pes. Dia bahkan tidak menggunakan APD untuk menangani pasien positif pes alias sampar.

Suatu hari, satu rumah di desa kawasan Malang, Jawa Timur hendak dibakar karena penghuninya tewas kena sampar atau Pes semua. Karena sudah prosedurnya kala itu, rumah dibakar supaya wabah Pes tidak menular kepada orang lain.

Namun dr. Cipto buru-buru masuk ke rumah yang enggan dimasuki oleh siapapun itu. Dia menemukan ada bayi di dalamnya. Dia gendong bayi itu, dan dia besarkan sampai dewasa. Dia beri nama bayi itu Pesjati.

Dengan unsur kemanusiaan yang kuat dilakukan oleh dr. Cipto Mangunkusumo dalam menangani wabah pes saat itu yang meresahkan dan memakan banyak korban masyarakat Hindia Belanda.

Cipto Mangunkusumo mendapat penghargaan atas jasa-jasana menangani wabah pes. Dia mendapat bintang Orde van Oranje Nassau oleh pemerintah kolonial Belanda.

Awalnya dr. Cipto enggan menerima bintang jasa itu karena dia cenderung menentang pemerintah kolonial, namun toh akhirnya dr. Cipto menerima juga bintang jasa itu pada Agustus 1912.

Dalam penanganan wabah pes tersebut, dr. Cipto Mangunkusumo sempat memaparkan pengalamannya di sidang ilmiah s'Gravenhage, ada warga terjangkit pes dikucilkan di lingkungannya.

Karena kena pes, dia tidak boleh masuk rumah oleh keluarga. Akhirnya dia pergi merebahkan dirinya di bawah pohon untuk menunggu sampai ajal tiba.

"Tidak bertanggungjawab bagi seorang dokter membiarkan beribu-ribu orang jatuh menjadi korban pes dengan harapan bahwa wabah itu akhirnya menjadi bosan sendiri minta korban orang Jawa".

Kata Tjipto: Kita tidak boleh lengah, dalam sidang ilmiah itu, dikutip dari buku 'Dr Cipto Mangunkusumo' karya Soegeng Resodihardjo, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992.

Sebagai seorang dokter sekaligus pejuang kemerdekaan yang anti pada pemerintah Kolonial Belanda selepas mendapat bintang Orde van Oranje Nassau yang prestisius itu.

Dr. Cipto rehat sejenak dari dunia kesehatan masyarakat yang menjadi profesi utamanya. Dia memutuskan ke Bandung untuk bekerja pada surat kabar De Express, menuangkan pikirannya yang antikolonialisme dalam tulisan-tulisan kritis terhadap pemerintahan.

Cipto kemudian mendapat reputasi sebagai sosok penentang pemerintah. Dimana kegigihannya memperjungkan kemerdekaan Indonesia membuahkan hasil di tahun 1945, dimana Indonesia dapat merdeka dari penjajahan Belanda.

Kemudian pada tahun 1915, wabah pes kembali melanda Surakarta, Jawa Tengah. Dia meminta pemerintah kolonial Belanda untuk dikirim ke Surakarta. Namun pemerintah tidak mengabulkan permintaan Cipto, karena Cipto sendiri yang anti-pemerintahan.

Karena kecewa dengan sikap dari kebijakan pemerintah terhadapnya, dimana seorang dokter terpanggil jiwanya membantu sesama manusia, Cipto mengembalikan bintang jasa Orde van Oranje Nassau pada 10 Mei 1915.

Sebelum mengembalikan bintang jasa itu, dia melancarkan aksi protes dengan mengenakan bintang jasa tersebut di pantatnya. Aksi ini menjadi pembicaraan publik kala itu sebagai ungkapan kekecewaan yang sangat berani anti pada pemerintahan kolonial.

Salahkan Dr. Cipto Mangunkusumo yang protes terhadap kebijakan pemerintah colonial Belanda saat itu mengembalikan tanda jasa dari pemerintah? Ataukah dengan ekspresi mengenakan tanda jasa di pantatnya, mungkinkah itu melanggar suatu norma kepatutan?

Saya kira sebagai ungkapan kekecewaan memang tidak salah berbuat seperti itu, tetapi tidak patut jika memang kemanusiaan adalah dalih yang lebih luhur sebagai pembelaan manusia atas manusia disebabkan oleh salahnya kebijakan pemerintah.

Maka dari itu berkaca dari tindakan tegas dan berani dr. Cipto Mangunkusomo, bisakah dijadikan panutan oleh seseorang yang mendapat bintang jasa dari pemerintah saat harus membela manusia atas kekecewaanya terhadap kebijakan tersebut mengembalikan setiap penghargaan yang diperoloehnya?

Saya kira sebagai ungkapan ekspresi kekecewaan karena ketidakpuasan itu memang wajar seperti halnya kini, banyak netizen yang mengungkapkan kekecewaan terhadap pemerintah melalui media sosial mereka, terbaru yakni kebijakan UU Cipta Kerja yang dinilai netizen kebijakan pemerintah yang merugikan buruh .  

Saya kira tidak salah juga bila ekspresi melampiaskan kekecewaan atas kebijakan pemerintah mengembalikan tanda jasa sebagai ungkapan protes seperti halnya dr. Tjipto Mangunkusumo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun