Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fahri Hamzah Kritik Subsidi Pulsa Pemerintah: Cerdas Dikit Napa

11 September 2020   07:02 Diperbarui: 11 September 2020   16:02 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: cdn2.tstatic.net

Pertempuran politik tidak lain adalah ketidak sepakatan ide. Sebab dari kata tidak sepakat itu disanalah ia akan mendapatkan simpati dari berbagai kalangan dalam mengutarakan argumennya.

Tetapi dengan kritik subsidi pulsa pemerintah melalui kemendikbud Nadim Markim, yang disampaikan oleh Fahri Hamzah untuk mengandalkan TV sebagai pembelajaran daring, mungkinkah segampang omongannya?

"Daripada sampean sibuk beli gadged atau pulsa, mendingan wajibkan semua TV untuk menyiarkan acara TV untuk menyiarkan acara pendidikan sampai 50%. Layar TV sudah ada dirumah penduduk tapi siarannya alamakkk! Ayolah cerdas dikit napa bikin kebijakan."

Begitulah kritik Fahri Hamzah kepada pemerintah khusunya kemedikbud Nadim Makarim yang sebelumnya berjanji memberikan kuota gratis kepada siswa, mahasiswa, guru hingga dosen. Rencananya bantuan kuota diberikan selama bulan September hingga agustus.

Pertanyaannya, apakah semudah itu mewajibkan televisi menayangkan 50% untuk pendidikan anak secara daring menurut Fahri Hamzah? Mungkikah jika dengan dengan tayangan TV tidak membutuhkan kuota juga? Dan yang paling esensial, apakah dengan belajar melalaui TV akan efektif untuk anak-anak kini? Yang sudah nyaman dirumah asyik bermain sedikit demi sedikit melupakan belajar?

Acara TV Tidak Ada Interkasi 

"Pendidikan adalah interkasi dimana ada umpan balik yang dilakukan. Maka dari itu jika memang kemendikbut mengandalkan televisi, saya kira tetap saja kurang efektif tanpa ada kuota internet".

Sebab televisi sendiri klasifikasi pada kelas secara "spesifik" tidaklah akan efektif pembagian waktunya mengingat kelas beragam dan banyak. Oleh karenanya nanti banyak sekali jam yang harus disediakan televisi. Begitupun dengan pelajaran yang mungkin berbeda-beda setaip anak dalam metode pembelajarnya.

Untuk itu saya lebih setuju subsidi pulsa mengingat jika di televisi ujungnya pun akan sama butuh-butuh kuota juga. Yang jika diberikan soal atau tugas oleh guru, pada akhirnya dikirim via WA atau lainnya melalui internet membutuhkan kuota.

Mungkinkah tanpa diberi tugas, para siswa sekolah tidak mbalelo dengan pelajarannya meski itu di televisi? Saya kira apapun jika dirumah, kegiatan belajar anak didik tetaplah tidak akan pernah efektif.

Sebab secara tradisi sendiri, yang mungkin tersimpan di alam bawah sadar anak-anak. Jika memang belajar dirumah, tidak di gedung sekolah. Banyak dari mereka anak-anak mempersepsikan "di rumah" tetap adalah hari libur.

"Jika tidak ada tugas yang diberikan oleh guru, hanya sekedar menonton TV untuk belajar. Tetap banyak anak-anak yang tidak akan mengikuti karena tidak ada komunikasi dua arah. Berasa belajar tidak hidup, sebab proses belajar adalah mengalir adanya interaksi"

Belum dengan biaya sponsor tayangan di TV, apakah TV dapat gratis? Memang TV tidak butuh biaya oprasional dan sebagianya? Yang pada akhirnya juga menambah biaya pemerintah juga menyewa siaran televisi?

Kurang lebih saya memang setuju kritikan Fahri Hamzah tentang acara TV yang saat ini ditayangkan banyak "omong kosong" dan tidak bermutu. Tetapi setidaknya bermutunya TV, apakah mereka tidak menuruti selera pasar juga dalam menayangkan sesuatu?

Jelas apa yang ditayangkan televisi adalah bisnis. Karena memang televisi adalah bisnis itu sendiri untuk media hiburan konsumennya. Dan jika untuk belajar saya kira tidak akan efektif untuk anak-anak: jika memang tidak di paksa oleh guru dan orang tua untuk belajar di rumah.

Berkaca dari tetangga saya dalam mengajak anak untuk belajar. Kalau memang tidak ada tugas satiap pagi mungkin tidak akan belajar. Ditambah orang tua juga direpotkan dalam pembelajaran itu. Tetapi itulah konsekwensi belajar dirumah.

Jika tugas tidak diberikan dan belajar hanya mengandalkan televisi. Mungkin anak-anak lebih baik main layangan dari pada belajar. Sebab belajar anak-anak karena ada tugas dari guru-guru mereka, bukan karena menariknya belajar di televisi itu adalah pasti.

Dan dengan manfaat subsidi pulsa. Anak-anak bisa belajar ke google yang lebih banyak referensi pengetahuannya dari pada televisi. Bukankah subsidi pulsa tetap lebih baik?

Menurut saya pasti "iya" dari pada bertumpu mengandalkan televisi. Tetapi jika pemerintah kuat dananya menyewa televisi silahkan. Tetap tidak akan efektif juga sebagai metode belajar anak.

Maka dari itu adakah tujuan lain dari krtirik keras Fahri Hamzah mengenai pembelajaran daring melalui TV? Jelas dikatakan ia bukanlah orang yang ada dalam pendidikan, tahu seluk beluk tentang pendidikan juga tidak. Fahri adalah politikus, apakah kritik keras tersebut tentang pembelajaran anak dan subsidi pulsa untuk citra dirinya sebagai politikus yang rajin bersuara?    

Kritik Fahri Hamzah, Alasannya Politis 

Sebagai wakil ketua DPR 2014-2019 yang kini tidak menjabat lagi. Bahkan sudah tidak duduk sebagai wakil rakyat. Fahri Hamzah jika ingin kembali dalam dunia politik haruslah terus melakukaun kritik, supaya gerakan politiknya tetap dikenal masyarakat.

Ditambah Fahri Hamzah adalah salah satu pendiri Partai Gelora (Gelombang Rakyat Indonesia) yang saat ini menjadi wakil ketua umum. Tentu untuk menjaga citra sebagai politikus harus sering-sering mengkritik. Supaya namanya tidak habis tenggelam dimakan waktu oleh semesta  dunia politik.

Dunia kritik di dalam politik Indonesia memang sangat menjanjikan. Saya ingat sewaktu bagaimana Rizal Ramli dulu periode 2014-2019 Jokowi. Dirinya sering mengkritik kebijakan pemerintah Jokowi tentang ekonomi akhirnya Rizal Ramli diangkat menjadi mentri.

Begitu pula dengan Fahri hamzah dan Fadli Zon yang dirinya mengakui sendiri bahwa kritiknya membawa penghargaan "Bintang Mahaputra Nararya" dari pemerintah Jokowi. Maka dari itu kritik yang dilontarkan oleh Fahri Hamzah sedikit banyaknya adalah alasan politis untuk mendongkraak dirinya dihadapan masyarakat.

Tentu alasan politis tersebut karena Fahri Hamzah  saat ini tidak menduduki jabatan politik. Dimana Fahri Hamzah mempunyai kepentingan membesarkan partainya yakni Partai Gelora yang dibentuk dengan Anis Mata tanggal 28 Oktober 2019 lalu.

Pasti dalam gerakan kritiknya, Fahri berharap "kritiknya" tersebut yang garang kepada pemerintah akan menaikan pamornya sebagai politikus yang vocal di dalam oposisi. Dengan berbagai narasi kritik tersebut. Fahri Hamzah juga tetap jelas ada siasat mencari simpatisan dirinya dan partai gelora yang dibesutnya. Tentu untuk mendapatkan posisi yang bagus di pemilu 2024 nanti melangsungkan eksistensi Partai Gelora.

Apakah Fahri membidik di pilpres 2024? Saya katakan itu sudah secara otomatis. Karena "Partai Gelora" sendiri adalah senjata dirinya bertransaki politik ketika Partai Gelora mendapatkan kursi yang lumayan di Pileg 2024 nanti.

Menjadi capres atau cawapres 2024 Fahri Hamazah memang masih jauh. Sebab ada figure ketua umum Partai Gelora yakni Anis Mata. Tetapi "Fahri Hamzah" dalam kontestasi transaksi politknya nanti dalam pilpres 2024. Tentu dirinya jika Partai Gelora sukses di Pileg 2024, dirinya membidik jabatan mentri itu sudah pasti.

Untuk itu Partai Gelora adalah kendaraan politik Fahri Hamzah menjadi elit politik di 2024 nanti. Dengan catatan Partai Gelora berhasil. Maka dari itu kritik-kritik keras Fahri Hamzah saat ini adalah usahanya membidik pemilu 2024 nanti. Meraup simpatisan baru Partai Gelora, yang di 2024 jelas akan banding untuk ikut dalam kontestasi politik pemilu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun