Dengan komitmen kuat sebagai pribadi, saya kira manikah tidak akan menimbulkan masalah termasuk perceraian. Mungkin banyak kasus percerian saat ini dimasa pandemi corona.
Mungkin bisa terjadi karena nikah muda dan tebiasa dengan hidup mapan kerja di pabrik atau di sector usaha lainnya. Karena faktor pandemi corona di PHK mengalami kesullitan tidak siap menerima kahanan hidupnya saat ini sulit. Atau bisa karena virus corono yang saat ini memudahkan orang mengurus urusan administrasi perceraian membuat mereka berbondong-bondong minta cerai.
Menjalani pernikahan, "cerai" di akibatkan ekonomi memang bukanlah mitos belaka. Sebab di desa saya sendiri yang istrinya keluar negri. Sudah menjadi barang biasa rumah tangganya di ambang perceraian. Karena pertimbangan hasil ekonomi yang timpang antara laki-laki dan permpuan menjadi perbandingan. Untuk itu mereka meminta jalur perceraian.
Kembali mungkin budaya dari wacana masyarakat, dimana seorang istri harus dicukupi suami. Mungkin adalah penyebab angka perceraian di Indonesia sangat tinggi, jika suami sedang krisis ekonomi disamping hal-hal lain masalah dalam rumah tangga. Semua itu mungkin saja bisa dijadikan alasan yang rasional perceraian secara kebudayaan masyarakat.
Maka dari itu pada intinya dalam menjalani rumah tangga adalah kesadaran. Supaya masalah dalam rumah tangga sekecil apapun dapat diselsaikan tanpa adanya perceraian. Kasihan terhadap siapa-siapa yang akan menjadi korban dalam kasus perceraian tersebut, termasuk anak-anak kita nantinya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H