Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tilik: Film Desa Berkualitas Dunia Narasi Superioritas Emak-emak

22 Agustus 2020   13:11 Diperbarui: 23 Agustus 2020   10:25 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang dalam saya memahami awal film pendek tilik Jogjakarta yang sedang viral di media social, saya seperti terbawa alunan teka-teki sama seperti saya menonton film-film kelas dunia lainnya.

Bukan apa, saya membaca sedari awal bawasanya kelatahan mereka "emak-emak" yang merumpi diatas bak mobil truk. Dimana kabar yang berhembus di internet, yang terkadang hoax mereka konsumsi mentah-mentah tidak melalui verivikasi terlebih dahulu.

Saya akhir cerita: dari kabar mentah di internet tersebut ibu-ibu terkecoh tentang kabar bu lurah yang tidak sakit tetapi diisukan sakit. Akhirnya mereka tertipu kabar hoax "tilik" ke rumah sakit, akan tetapi akhir dari cerita film itu bukan seperti itu.

Belum dengan wacana bermedia social mereka yakni pemeran utama ibu tejo. Sangat jeli melihat orang dari internet. Dimana diera internet saat ini, semua orang dapat dilihat kahanannya hidupnya melalui media sosial termasuk Dian, kembang desa yang sering menjadi perbincangan bapak-bapak suami mereka.

Memang dalam bersosial dalam realitanya. Emak-emak jika ngrumpi tentang sesuatu pada dasarnya--- setiap dari dasar benar-benar dianalisa dimana keglamoran dian dalam film tilik tersebut adalah contohnya.

Saat ini wanita dapat menyandang bagus, baru kerja jika dilihat dari upah sendiri mayoritas UMR, tidak mungkin dapat membeli barang-barang mewah bermerek. Uang dari mana coba ketika memang tidak berbuat salah dalam mencari uang?

Tetapi  lagi-lagi kejelian tetangga khusunya emak-emak. Melihat ibu dian yang tidak punya harta seberapa, ditinggal mati oleh bapaknya. Itulah realita juga bagaimana kejelian mata tetangga dapat mengandung suatu kebenaran yang rasional terkait isu gaya hidup.

Meskipun tetap ada yang menyangkal karena ketidak tahuan seperti tidak mau berprasangka buruk. Karakter sekeptik dan tidak menerima informasi mentah-mentah juga dalam realita social pasti ada saja karater seperti bu yani.

Atau dengan yu sum yang polos kepo-kepo ingin tahu apa yang dibicarakan orang lain. Film tilik adalah realita sosial emak-emak jikalau mereka sedang merumpi, membicarakan tetangga yang menjadi bahan obrolan mereka di perkumpulan.

Dengan mobil truk "getrek" itu sendiri adalah cerita bentuk dari ketidak patuhan masyarakat yang seringkali melanggar  aturan. Masyarakat paham akan keguanaan sesuatunya seperti mobil barang untuk barang, tetapi tetap saja untuk membawa manusia.

Alhasil sebagai solusi dari ketidak taatan pada aturan tersebut masyarakat mengakali jika melitas di pos-pos polisi supir memberikan kode kalkson supaya penumpang jongkok dan tidak diketahui oleh polisi.

Pada akhirnya bu tejo dan bu yani yang tidak mengindahkan aba-aba dan terus berargumen memenangkan pendapatnya. Tidak ikut menunduk menguikuti aba-aba kalkson supir truk akhirnya ketahuan polisi saat melitas pos polisi.

Disinilah superioritas emak-emak yang dalam setiap argumennya tidak mau kalah ketika ditilang dengan dalih ada yang lebih penting yakni menjenguk bu lurah.

Bukankah dalam realitanya seorang polisi jika berargumen dengan emak-emak, mereka menyerah karena emak-emak rempong dan jarang yang taat pada aturan tidak mau kalah dalam argumennya?

Inilah cermin dari realita superior "emak-emak" di jalan lampu sen kiri beloknya kanan. Sudah biasa terjadi di jalan jika emak-emak yang mengendarai motor disalahkan ia sendiri tidak mau.

Begitu juga latahnya social kini dengan dua sujoli yang dia boncengan bareng terus langsung di isukan pacaran. Tercemin dari peranan fikri dan dian yang ikut ke rumah sakit berboncengan dengan motor.

Dikira mereka pacaran padahal ada hal lain yang menjadi cerita akhir mengapa dian ikut menemani fikri ke rumah sakit tilik bu lurah tidak di duga-duga oleh penonton.

Kembali lagi pada karakter emak-emak yang tergabung dalam film tesebut. Karakter profokator seperti bu tri pun sangat ada dan menjadi realita sosial. Dimana menambah-nambahkan suatu pendapat menjadi perbincangan yang lebih "ngena" dibutuhkan dalam setiap wacana perumpian emak-emak.

Maka dengan isu-isu dian jalan dengan om-om di mall. Tentu dengan dugaan kehamilan saat muntah-muntah ketika ibu tejo lihat sepulang mengaji ternyata dian yang muntah di atas motor.

Juga kabar dian wara-wiri ke hotel, mengambarkan sekali gaya hidup anak muda kini khususnya wanita-wanita yang tidak bener "nakal" pintar menyembunyikan kehamilan akibat faktor sex bebas.

Semua narasi tersebut terbungkus rapi dan dalam setiap pembahasannya sesuai dengan realita sosial. Seperti itulah emak-emak jika berkumpul, membicarakan tetangga yang tidak habis polahnya seperti dian dengan gaya hidup mewah tetapi samar sumbernya.

Tidak ketinggalan dalam film "tilik" sendiri juga menggambarkan realita sosial lainnya dengan penyampaian joke-joke humor yang tentu lucu dan mengandung sebuah fakta yang tidak dapat dielakan.

Setiap bapak-bapak melihat wanita cantik naluri keleakiannnya memang tidak dapat berbohong seperti jika memilih dian sebagai bu lurah nantinya mengantikan bu lurah yang sudah sakit-sakitan. Karena kecantikannya pasti dipilih oleh bapak-bapak membuat emak-emak cemburu.

Namun dengan yu sum, yang suaminya sudah tidak dapat atahiat sambil mengacungkan jarinya: plesetan dari alat vital suaminya yang sudah tidak dapat ereksi. Ia sendiri tidak takut dengan wanita-wanita cantik disana. Sebab alat vital suaminya sudah tidak dapat ereksi.

Sesampainya rombongan ke rumah sakit. Dian dan fikri yang langsung menyambangi rombongan tersebut bu lurah tidak dapat dijenguk karena ada di ruang ICU.

Dalam narasinya budaya bantu-membantu yang sedang terkena bencana "sakit" keluarga bu lurah. Tetap dibantu oleh ibu-ibu rombongan bu tejo, yang sudah menjadi tradisi khususnya orang Indonesia memberi amplop berisi uang kepada fikri anak bu lurah, meskipun tidak jadi menjenguk bu lurah  ke dalam rumah sakit.

Watak masyrakat kampung yang terburu-buru tidak mengkonfirmasi, apakah orang sakit dapat dijenguk atau tidak di rumah sakit, yang penting "tilik" sering menjadi fenomena yang nyata seperti judul film tersebut yang penting "tilik".

Dan ending yang benar-benar runtut dengan cerita tetapi tidak penonton duga termasuk saya, menjadikan kualitas film ini saya kira sudah kelas dunia.

Tidak disangka-sangka, saya kira bu yani dipihak yang benar siapa tahu "dian" kerjanya lumayan bergaji besar sehingga dapat mencukupi gaya hidupnya dan bu tejo dipihak yang salah.

Namun ternyata bu tejo di pihak yang "benar" meskipun dalam pembicaraannya tersebut seperti tukang gossip. Memang benar adanya dian adalah wanita yang haus kemewahan mencari laki-laki mapan, kasarannya om-om yakni menjalin hubungan dengan pak lurah.

Realita dari pejabat-pejabat negri ini yang dengan kekuasaan mereka tergoda wanita cantik dan muda termasuk pak lurah. Maka klu dari narasi cerita film tersebut para suami mendukung dian sebagai bu lurah menjawab cerita tersebut namun tidak disadari penonton.

Keyatanya dalam film tersebut dian sedang menjalin hubungan gelap dengan pak lurah. Oleh sebab itu sudah banyak lelaki yang ingin melamar dian, tetepi tidak satupun lelaki itu lamarannya diterima oleh dian.

Mungkin sakitnya bu lurah karena mengetahui pak lurah menyeleweng dengan wanita lain yang lebih muda darinya. Fikri yang lebih pantas dengan dian karena seumuran membuat pak lurah bapak fikri dan dian menutupi hubungan tersebut masih malu terhadap anaknya.

Tetapi dian yang tidak mau uterus-terusan menjadi omongan tetangga meminta pak luruh jujur dengan semuanya bawasanya ia menjalin hubungan dengan dian termasuk jujur pada anaknya fikri.

Romatisisme cinta dian dan pak lurah juga mengambarkan pria mapan penting untuk akomodasi hidup wanita saat ini yang mengutamakan mode walapun prianya sendiri sudah tua. Disamping sisi material yang mapan dari pak lurah dan mengakomodasi gaya hidup dian.

Film ini secara alamiah juga menceritakan wanita dalam memilih lelaki mengapa ia suka dengan om-om, dalam cerita ini dian memilih pak lurah. Tentu karena dian yang sedari kecil ditinggal mati oleh ayahnya, untuk itu ia merindukan sosok ayah pada akhirnya mau menjalin cinta dengan pak lurah.

Tentu film tilik ini kaya dengan analisis --analias social yang mutakhir, dimana setiap perannya tidak dapat dipermasalahkan karena semua mengandung paradoks realita sosial.

Dilema kekuasaan pak lurah yang dekat wanita muda, tukang gossip bu tejo yang tidak sepenuhnya selalu salah, serta dian yang mungkin tidak melulu dalam setiap hubungan percintaan mengutamakan harta.

Bisa juga karena kerinduan "dian" pada sosok ayah sehingga didalam hubungan gelap dengan pak lurah, ia  mau berhubungan cinta dengan pak lurah disamping kemapanan ekonomi pak lurah.

Cerita yang bagus dari film "tilik" maju terus film-film pendek Indonesia!      

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun