Maka dari itu pro kontra subsidi kesemuanya adalah untung dan rugi masyarakat yang menerimanya dan tidak menerimanya.Â
Sebab tidak ada bantuan yang benar-benar tepat sasaran karena kesemuanya mendambakan adanya bantuan tanpa berpikir bagaimana nasib yang akan memberi bantuan tersebut yakni negara.
Seperti telah menjadi wacana debat yang pelik. Apakah pelajaran jarak jauh (PPJ) tidak ada masalah jika tanpa subsidi pulsa?Â
Kenyataannya semua mendukung untuk diberikan juga subsidi pulsa tersebut mengingat yang lain selain pelajar juga dapat bantuan covid-19.
Padahal dengan siswa yang tetap dirumah tidak sekolah, orang tua yang tidak mengeluarkan ongkos kendaraan, jajan, serta yang lain-lainnya juga dapat mengganti pulsa kuota dengan tidak adanya pengeluaran tersebut untuk anak sekolah.
Tetapi nyatanya semua berdasar atas nama pro kontra, dapat atau tidak dapat, yang lain dapat ia sendiri tidak dapat.
Begitu juga dengan subsidi listrik--- juga mengandung suatu masalah baru yang sampai saat ini masih berlaku subsidinya.
Pelanggan listrik diatas 900 watt mengeluhkan tagihan listriknya yang bertambah semakin banyak tanpa disadari saat masa pendemi covid-19.
Membuat mereka juga protes dirugikan dengan adanya subsidi untuk tingkat ekonomi dibawahnya yang ukuran tarif listriknya tingkat bawah.Â
Mereka pun berpandangan subsidi listik dari Negara--- mereka ikut serta mensubsidi membantu Negara untuk kelas-kelas pelanggan listrik dibawanya. Padahal mereka juga sama terdampak covid-19, tidak ada bedanya dengan masyarakat bawah. Â
Atau dengan para pegawai gaji dibawah 5 jutayang justru masih bekerja malah mendapat subsidi gaji. Sedangkan pengangguran belum tentu mendapatkannya.Â