Karena hal yang paling menyakitkan bagi manusia tentu "pembicaraannya" yang tidak dimengerti orang lain. Bukakah hal ini yang membuat keterasingan bagi manusia itu sendiri termasuk saya?
Semua orang memang terlahir bukan untuk dikenali, pertanyaannya adalah: apa kepentingan kita mengenali orang lain, atau mungkin menawarkan diri untuk dikenal orang lain jika; " tidak adanya ketertarikan untuk saling mengenal satu sama lain"?
Keheningan dengan bau dupa sebagai aroma terapi jiwa manusia. Rasanya manusia butuh keadaan yang hening, tenang, untuk dia merasakan enrgi yang tersimpan bahkan dari dirinya sendiri.
Memang tidak untuk disangka secara lebih, sisi misterius manusia, sangat layak untuk dimengerti keadaannnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang ada disekitarnya.
Bahkan untuk menjadi seorang manusia dengan aktivitas menulis sebagai bagian dari hidup saya. Orang tua saya saja tahu bahwa; anaknya menjadi "penulis" mengetahui itu dari obrolan seorang Guru di desa saya yang menghampirinya ketika bapak saya ada di sawah.
"Guru itu menanyakan kepada bapak saya. Ada seorang anak desa dengan tulisannya yang sangat bagus dari desa ini. Seorang guru itu tahu anak tersebut adalah anak dari bapak saya. Tetapi ia tidak percaya diri untuk langsung bertanya, mungkinkah itu anaknya, dan bapak saya menjawab dengan senyum lebar bahwa; benar "saya" adalah anaknnya.
Entah, mungkin dimasa depan, penulis besar atau presiden sekalipun akan lahir dari anak para petani. Profesi yang dianggap sebelah mata namun mulia itu. Perkara nasib memang siapa yang tahu. Dari keluarga mana kita akan lahir? Akan menjalani dinamika hidup seperti apa sebagai diri manusia nanti?
Semua serba teka-teki yang harus terjawab oleh waktu dan langkah kita sebagai manusia. Tentang saya bisa menulis pun masih tanda tanya, saya tidak pernah bercita-cita sebagai penulis, apa lagi bisa menulis itu sangat jauh saya bicarakan dulu.
Saya hanya sadar, saya hanya anak seorang petani desa. Pendidikan saya juga pas-pasan. Hanya sempat kuliah teknik tetapi tidak mendapat ijazah. Putus ditengah jalan karena saya ingin menjadi penulis saja dari pada bekerja secara konvensional, yang juga saya rasa tidak akan betah pada akhirnya.
Untuk itu menjadi penulis sepertinya adalah upaya dalam menjemput harapan dan manatap dunia baru yang lebih membahagiakan. Perkara dengan nasib itu, mungkin kegagalan ada karena manusia tidak pernah mencoba.
"Maka cobalah jika waktu itu masih ada; itulah falsafah yang harus dipegang ketika menetukan hidup mulai dari apa yang sedang dipikirkan yaitu; apa yang menjadi rasa saat ini untuk segera ditunaikan tanggungannya, termasuk mimpi itu sendiri untuk menjadi seorang penulis kelas dunia".