Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehendak Mengubah Nasib

11 Agustus 2020   09:03 Diperbarui: 11 Agustus 2020   10:29 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah hal yang sama terjadi, seperti mereka yang kini sedang gandrung dengan smart phone mereka dengan permaianan ala fiksi pada level-level tertentu, atau pemangkiran hidup pada obyek-obyek lain selain dirinya seperti; mengikatkan hobi mereka pada memelihara burung atau kucing sebagai bagian dari pemangkiran itu. 

Supaya tidak lain adalah hidup mereka dapat diisi; dimana nanti akan adanya tujuan itu misalnnya; bagaimana kepuasan itu hadir saat kucingnnya semakin besar, cerdas, juga lucu, atau burung-burung mereka yang mendapat sertifikat, dapat dijual tinggi dari harga yang ia beli. Meskipun biaya antara untuk makan setiap hari burung itu jika dikalkulasi dengan laba sama saja. Dan bukankah itu sebagai tujuan itu adalah permianan dibalik nyatanya dari kepuasaannya sendiri sebagai manusia menjalani hidup?

Maka menjadi manusia perfeksionis itu "tidak gila". Karena setiap manusia dengan jalan berpikirnya, semua mendambakan sisi perfeksionismenya sendiri, yang ia sebut sebagai ideal bagi dirinya sendiri. Tetapi masalahnya adalah: kini dengan perfeksionisme itu, apakah manusia tidak menunjukan sesuatu yang berbeda-beda tentang bagaimana ia berpikir untuk sisi perfeksionisme?

Lagi-lagi perbedaan level pemikiran menjadi pembeda, bagaimana manusia mengukur sisi perfeksionismenya tersebut. Itulah sejatinya kapasitas sebagai dirinya diukur, dan jika ia berbeda dari kebanyakan, mereka hanya kreatif, tetapi akhirnya dianggap orang lain mendekati gila, karena kegilaan merupakan kreativitas yang berbeda dari kebanyakan level "kreatife" krumunan orang saat ini.

Bukankah menjadi hal yang biasa disebut; berbeda berarti gila, seperti sama-sama beragama dan percaya Tuhan itu satu yang menciptakan kita semua, tetapi dikafirkan oleh orang lain karena mereka berbeda dengan diri yang lain dan merasa benar karena lebih banyak pengikutnya?

Dan kebebasan manusia disana yang berkreatife secara gila dan berbeda dari kebanyakan orang dalam krumunan adalah orang-orang kini yang ditulis sejarah menjadi creator, dan pemikirannya dipelajari, dikaji, bahkan untuk pelajaran sekolah masa kini. Karena; "mereka adalah manusia yang melampaui jamannya sendiri". Akhirnya mereka hidup abadi sebagai yang diingat, diikuti, dan terus ada namanya sebagai orang yang kreatif dan berbeda melampaui jamannya.

Namun pada akhirnya, setiap orang punya kreatifenya sendiri dan itu jelas berbeda. Maka tidak lebih saya hanya ingin menjadi berbeda dengan kebanyakan orang, supaya setidaknya saya menjadi manusia yang unik dari manusia-manusia lainnya, yang dalam sekali seumur hidupnya saya punya karya yang dibaca orang melalui tulisan saya. 

Berkarya dan terus berkarya untuk eksistensialisme hidup saya adalah tujuan, supaya saya bukan hanya termotivasi dalam hidup, lebih jauh dari itu, saya akan terkenang dan layak untuk diingat banyak orang.   

Apapun itu nanti, terkenang atau tidak, berkarya dan menikmati karyannya sendiri, secara tidak sadar adalah kebanggan, bahkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri pula. Dalam kehidupan manusia, pada akhirnya hidup memang akan mati, tetapi apa yang ditinggal dari keadaan mati itu?

"Karya yang indah akan terus hidup, seperti manusia yang sudah mati, ketika mereka meninggalkan karya namanya terus akan hidup terkenang abadi oleh dunia".

Dengan berbagai fiksi yang dapat manusia pikirkan. Maka dari itu kehendak-kehendak manusia tidaklah dalam mengarungi kehidupan di abad ke-21 dengan kompleksitas mode-mode dalam kehidupannya merupakan kehendak untuk mengubah nasib itu sendiri. Bawasanya saya yang menghendaki hidup, juga mengendaki nasib yang selalu harus berubah seperti musim yang paten sudah pasti mutlak berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun