Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehendak Melampaui Reproduksi

4 Agustus 2020   23:50 Diperbarui: 9 Agustus 2020   00:23 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Senyatanya manusia sudah kodratnya seperti itu. Mungkin, keyakinan dari moral tersebut adalah pengandai. Bagiamanakah ketika kita ditantang menjadi manusia saja? Hidup sebagaimana hasrat yang ingin dijalankan? Perkara kebaikan dan keburukan tidak peduli manusia dekat dengan Tuhan atau Setan. Karena kesadaran manusia adalah keduanya antara kebaikan dan keburukannya sendiri".

Antara lelaki dan perempuan dasarnya mereka manusia yang sama. Tidak lebih manusia, bukanlah seorang yang harus mencari pembeda-beda antara lelaki dan perempuan sebagai simbol itu. Apapun ungkapan membedakan hanyalah penyerah, yang apa-apanya digantungkan pada persepsi kultural usang dan dominan. Bahwa ada yang lemah dan kuat dalam menjadi manusia.

Leleki seharusnya tidaklah melulu hanya rasionalitas. Begitu pula dengan perempuan, tidak juga dengan dominan perasaannya. Menjadi manusia adalah dualitas tersebut. 

Kelemahan dalam upaya menjadi keduanya sekaligus, ciri dari manusia yang sebenarnya. Manusia tidak layak dalam menjalankan dasar "manusianya" jika hanya satu yang dominan.

Karena situasi tetap dalam permainan gender yang sudah tidak relevan dengan konteks zaman. Namun sungguh kontradiktif luapan-luapan harapan pada hidup ini. Mungkinkah karena pada dasarnya semua orang memilih dengan harapannya sendiri? Bahwa apa-apa yang menjadi pilihan harus sesuai dengan keadaan imajinasi harapannya?

Sungguh peradaban masa depan merupakan zaman dari suatu kebingungan besar. Terkadang standart moralitas yang tinggi masih diberlakukan. 

Namun dengan moralitas tersebut ialah yang merepresi hasrat menjadi manusianya sendiri. Kenyataan pada keinginan reproduksi, semua ditarik ulur oleh kemapanan ekonomi, kemapanan pekerjaan, dan asset kekayaan. 

Mungkin pada "mapan" dalam pilihan terhadap orang lain yang menjadi standart sebagai sebutan "Cinta" kategorisnya sendiri.

Oleh karenanya, manusia saat ini cenderung dikukung dalam norma. Hasrat yang ditekan sebagai kehendak alamiahnya. Terkadang dalam ketidakberanian itu manusia menjalani sesuatu yang diluar nalarnya. 

Mereka harus menekan walau hasrat sebenarnya tidak dapat membohongi dirinya sebagai manusia. Ingin tetapi selalu saja ada pertimbangan norma, rasionalitas, bahkan pertimbangan suatu etis dalam pandangan-pandangan dogma moralitas yang semakin kuat bercokol didalam ideologinya.

Kini para penantang hidup lebih kepada sikap manusia yang labil dalam mengambil keputusan. Tidak siapapun di abad ke-21 melahirkan manusia-manusia penantang yang melampaui realitasnya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun